' Cerita Pemersatu Bangsa

Kenikmatan Seks Yang Tidak Didapatkan Dari Suamiku



Perkenalkan namaku Heti, saya wanita usia 28 tahun dan tinggiku 169 cm dengan berat badanku 56 kg memiliki ukuran payudaraku 36B disupport dengan wajah cantikku yang putih. Saya dulu kerap kali jadi SPG (Sales Promotion Girl) pada acara pameran kendaraan karena kecantikanku.

Saya memiliki suami namanya Anto berusia 30 tahun dan kami sendiri setuju untuk memiliki anak setelah menikah. Masalah seks, kami baik-baik saja, Suamiku dapat dibilang Hypersex dalam sehari meminta jatah 3 kali.
Kenikmatan Seks Yang Tidak Didapatkan Dari Suamiku

Cerita ini bermula dari kesuksesan Anto memperoleh kepercayaan dari atasan yang sangat baik. Kepercayaan ini sering membuat ia bekerja overtime, mulanya saya dapat menahannya tapi kelamaan keperluanku ingin dipenuhi juga. Itulah yang bikin kami sering berantem sebab kadang Anto harus pergi pagi sekali bahkan kadang lewat tengah malam baru pulang.

Mulailah cerita ini dikala Anto memperoleh tanggung jawab untuk menangani proyek besar dan ia dibantu oleh rekan kerjanya Reno dari luar kota. Saat dikenalkan, Reno tampak terkesima denganku dan sering menatapku saat Anto tidak ada, hal itu membuatku merasa risih.

Reno sendiri gagah dan kekar dan saya yakin banyak wanita yang menyukai. Sebab tuntutan dan agar lebih efisensi, kantor Anto memutuskan Reno untuk tinggal di rumah kami untuk sementara. Mereka berdua pun sering bekerja sampai larut malam di rumah.

Tempat tidur Reno tepat di seberang kamar kami. Sering kali Reno mencuri pandang diantara sela-sela pakaian tidurku saat saya berpamitan tidur. Saya sendiri memang senang tidur bertelanjang supaya kalau Anto datang dapat segera bercumbu.

Pernah suatu pagi hari, saya dan Anto bercumbu di dapur dengan posisiku sedang duduk di meja dan Anto dari depan, tiba-tiba Reno muncul dan memperhatikan kami. Ia menyuruh diam supaya saya tak menghentikan aktivitas kami, sebab kami sedang dalam puncaknya dan saya juga tak tega menghentikan Anto.

Walhasil ku biarkan saja Reno memperhatikan kami bercumbu tanpa Anto sadari sampai kami berdua orgasme. Saya tahu Reno pasti memperhatikan tubuh telanjangku dikala Anto melepaskan penisnya dari vaginaku dan terjongkok di bawah meja.

Sesudah kejadian itu, Reno lebih sering melihat lekuk tubuhku. Hingga saat Anto sibuk sekali sehingga hampir seminggu tak menyentuhku. Di hari Jum’at, tempat Anto bekerja sedang mengadakan pesta bersama di rumah atasan Anto.

Rumahnya terdiri dari dua lantai yang betul-betul mewah, lantai 2 terdapat galeri berisi barang-barang antik. Kami datang bertiga, saya menggunakan gaun warna merah yang terbuka di belakang cuma dihubungkan di belakang leher oleh kaitan kecil sehingga tak mungkin bisa pakai BH.

Bagian bawah gaunku terdapat sobekan panjang sampai sejengkal di atas lutut yang membuatku merasa betul-betul seksi, Reno bahkan sempat terpana dengan penampilanku. Sebelum berangkat saya dan Anto sempat bercumbu di kamar dan ternyata Reno mengintip tanpa kami ketahui melalui pintu yang tak tertutup sehingga menyisakan celah yang cukup untuk melihat aksi kami dari pantulan cermin. Sayangnya karena letih atau terburu-buru,  Anto orgasme dulu dan saya dibiarkan menahannya dan Reno mengetahuinya.

Malam itu dikala acara betul-betul ramai, Anto tiba-tiba dipanggil oleh atasannya untuk dikenalkan dengan customer. Anto berkata padaku untuk menunggunya sejenak dan saya pun memutuskan untuk menunggu di lantai 2 sambil memperhatikan barang-barang antik. Di lantai 2 terbukti kondisi cukup sepi cuma ada 3 orang di ruangan yang besar itu.

Saya sendiri sangat tertarik dengan sebuah cermin besar yang terdapat dipojokan ruangan. Saya sangat mengagumi keseksian tubuhku di depan cermin dan tanpa ku sadari Reno berada di sampingku.

“Udah, nanti kacanya pecah lho.. gak tahan dengan kecantikanmu..!”, canda Reno
“Ah bisa aja kau Reno”, balasku.

Kami berdua berbincang-bincang di depan cermin cukup lama. Reno tiba-tiba memintaku membantu memegangkan gelasnya sehingga kedua tanganku memegang gelasku dan gelasnya.

“Saya dapat membuatmu tampak lebih seksi”, katanya yang langsung memegang rambutku dengan lembut.

Tidak bisa mengelak, ia sudah menggulung rambutku sehingga menampak leherku yang mulus dan saya sangat terpikat dengan kondisi diriku yang seperti itu yang tampak membuatku lebih seksi.

Saat saya sedang terpikat, tiba-tiba Reno menyentuh leherku dan membuatku geli. Selanjutnya Reno menempelkan bibirnya di leher belakangku yang langsung membuatku lemas karena daerah itu paling sensitif. Masih dalam keadaan memegang gelas, Reno sudah menyudutkanku di dinding dan mencium leherku dari depan.

“Reno apa yang kau lakukan..segera lepaskanku Reno..lepas..!”, rontaku namun Reno tahu saya tak akan berteriak di suasana ini sebab akan mempermalukan seluruh orang.

Reno terus menyerangku tubuhku dengan bebas dengan kedua tanganku yang masih memegang gelas. Ia meraba buah dadaku dari luar dan terus mencium leherku, sambil meronta-ronta saya merasa gairahku meningkat, apalagi Reno tiba-tiba mulai menyentuh belahan bawah gaunku sampai ke selangkanganku.

“Reno..hentikan Reno… saya mohon..Reno..tolong jangan lakukan itu..”, rintihku. Namun Reno tidak menghirauku dan terus menyerangku hingga jari tengah tangannya sampai di vaginaku yang terbukti sudah berair sebab serangan Reno.

Ia menyadari saya cuma mengenakan G-string hitam dengan kaitan di pinggirnya, ia lalu menariknya dengan sekali sentakan dan terlepaslah G-stringku. Saya takut apalagi merasakan benda keras di pahaku.

Dikala Reno semakin liar dan saya pun tak bisa berbuat apa-apa, tiba-tiba Anto memanggil dari pinggir tangga yang membikin pegangan himpitan Reno terlepas, lalu saya segera lari sambil memberesi baju ku menuju Anto yang tak memperhatikan kami dan meninggalkan Reno dengan G-string hitamku.

Saya sungguh kaget dengan kejadian itu namun tanpa disadari saya menikmati gairah yang cukup tinggi menikmati tantangan mengerjakan di daerah lazim walau dalam klasifikasi diperkosa.

Rupanya pesta malam itu berlangsung sampai larut malam dan Anto mengatakan ia sepatutnya mengerjakan meeting dengan customer dan atasannya dan ia mempertimbangkan saya untuk pulang bersama Reno.

Tanpa dapat menolak hasilnya malam itu saya ditemani Reno, diperjalanan ia cuma mengakatakan
“Maaf Heti..kau sungguh menawan malam ini.” Sepanjang jalan kami tak mengobrol apaun. Sampai hingga dirumah saya segera masuk ke dalam kamar dan menelungkupkan diri di kasur, saya menikmati hal yang aneh antara malu saya baru saja mengalami perkosaan kecil dan perasaan malu mengakui bahwa saya terstimulus hebat oleh serangan itu dan masih menyisakan gairah.

Tanpa sadar terbukti Reno sudah mengunci seluruh pintu dan masuk ke dalam kamarku, saya kaget dikala mendengar suaranya’,

“Heti saya berkeinginan mengembalikan ini”‘ katanya sambil menyerahkan G-stringku berdiri dengan celana pendek saja, dengan berdiri saya ambil G-stringku dengan pesat, namun dikala itu juga Reno sudah menyergapku lagi dan segera menciumiku sambil segera menarik kaitan gaun malamku, karenanya bugilah saya diahadapannya.

Tanpa menunggu banyak waktu saya segera dijatuhkan di daerah tidur dan ia segera menindihku.
Saya meronta-ronta sambil menendang-nendang

”Reno..lepaskan saya Reno..ingat kamu sahabat suamiku Reno..jangan..ahh..saya mohon”, erangku ditengah rasa kebingungan antara nafsu dan malu, namun Reno terus menekan sampai saya berteriak dikala penisnya menyeruak masuk ke dalam vaginaku, terbukti ia telah siap dengan cuma menerapkan celana pendek saja tanpa celana dalam.

“Ahhhh?Reno..kamu..:’ Lalu mulailah ia memompaku dan lepaslah perlawananku, hasilnya saya cuma menutup mata dan menangis perlahan..clok..clok..clok..saya mendengar bunyi penisnya yang besar keluar masuk di dalam vaginaku yang telah betul-betul berair sampai mempermudah penisnya bergerak.

Lama sekali ia memompaku seperti film film bokep videopemersatubangsa dan saya cuma meringkuk mendengar desah napasnya di telingaku, tidak berdaya walau dalam hati menikmatinya. Hingga kurang lebih satu jam saya hasilnya melenguh panjang

“Ahhh?..” terbukti saya orgasme terutamanya dulu, sungguh saya betul-betul malu mengalami perkosaan yang saya nikmati.

Sepuluh menit kemudian Reno mempercepat pompaannya lalu terdengar bunyi Reno di telingaku “Ahhh..hmmfff?” saya menikmati vaginaku penuh dengan cairan kental dan hangat sekitar tiga puluh detik kemudian Reno terkulai di atasku.

“Maaf Heti saya tidak kuasa membendung nafsuku..”bisiknya perlahan lalu berdiri dan meninggalkanku meringkuk dan menerawang. hinga tertidur Saya tidak tahu jam berapa Anto pulang sampai pagi harinya. Esok paginya di hari sabtu seperti awam saya berenang di kolam renang belakang Anto dan Reno berpamitan untuk berangkat ke kantor.
Sebab tidak ada seorang bahkan saya memberanikan diri untuk berenang tanpa baju. Ketika asiknya berenang tanpa disadari, Reno terbukti berdalih tak nikmat badan dan kembali pulang, sebab Anto betul-betul mempercayainya karenanya ia izinkan Reno pulang sendiri.

Reno masuk dengan kunci milik Anto dan memperhatikan saya sedang berenang tanpa baju. Lalu ia bergerak ke kolam renang dan melepaskan segala bajunya, dikala itulah saya sadari kedatangannya,

“Reno..mengapa kamu ada di sini?” tanyaku,

“Hening Heti suamimu ada di kantor sedang sibuk dengan pekerjaannya”, saya memperhatikan tubuhnya yang kekar dan penisnya yang besar mengangguk angguk dikala ia berjalan telanjang masuk ke dalam kolam

“Pantes saja, semalam vaginaku terasa penuh sekali”‘pikirku.

Saya buru-buru berenang menjauh tetapi tak berani keluar dr dalam kolam sebab tak mengenakan baju apa saja juga. Ketika saya bersandar di pingiran sisi lain kolam,

saya tak memperhatikan ada tanda2 Reno di dalam kolam.Saya mencari ke sekeliling kolam dan tiba-tiba saya menikmati vaginaku hangat sekali, terbukti Reno ada di bawah air dan sedang menjilati vaginaku sambil membatasi kedua kakiku tanpa dapat meronta.

Walhasil saya cuma dapat menikmati lidahnya merayapai segala sisi vaginaku dan menjelang liang senggamaku..saya cuma menggigit bibir membendung gairah yang masih bergelora dari semalam. Cukup lama ia mengerjai vaginaku, napasnya kuat sekali pikirku.

Detik selanjutnya yang saya tahu ia sudah berada di depanku dan penisnya yang besar sudah menyeruak menggantikan lidahnya?

“Arrgghh..” erangku membendung sedap yang telah seminggu ini tak tersentuh oleh Anto. Walhasil saya membolehkan ia memperkosaku kembali dengan berdiri di dalam kolam renang.

Kini saya cuma memeluknya saja dan membolehkan ia menjilati buah dadaku sambil terus memasukan penisnya keluar masuk.

Malah dikala ia tarik saya ke luar kolam saya cuma menurutinya saja, edan saya mulai menikmati perkosaan ini, pikirku, namun terbukti gairahku sudah menutupi kenyataan bahwa saya sedang diperkosa oleh sahabat suamiku.

Dan di pinggir kolam ia membaringkanku lalu mulai menyetubuhi kembai tubuh mulusku..”Kamu betul-betul menawan dan seksi Heti..ahh” bisiknya ditelingaku.

Saya cuma memejamkan mata berpura-pura tak menikmatinya, meskipun seandainya saya jujur saya betul-betul berkeinginan memeluk dan menggoyangkan pantatku mengimbangi goyangan liarnya. Cuma bunyi eranggannya dan bunyi penisnya maju mundur di dalam vaginaku, clok..clok..clep..ia tahu bahwa saya telah berada dalam kekuasaannya.

Sebagian dikala kemudian kembali saya yang mengalami orgasme dimulai eranganku
“Ahhh..” saya menggigit keras bibirku sambil membatasi keras pinggiran kolam,
“Nikmati sayang?”demikian bisiknya menyadari saya mengalami orgasme. Sejenak kemudian Reno lah yang berteriak panjang,
“Kamu hebat Heti..saya cinta kamu..AAHHH..HHH” dan saya menikmati semburan kuat di dalam vaginaku.Edan hebat sekali ia dapat membuatku menikmatinya pikirku. Sesudah ia mencabut penisnya yang masih terasa besar dan keras, saya reflek menamparnya dan memalingkan wajahku darinya. Saya tidak tahu apakah tamparan itu berarti kekesalanku padanya atau sebab ia mencabut penisnya dari vaginaku yang masih lapar.

Sesudah Anto pulang herannya saya tak menyebutkan kejadian malam lalu dan pagi tadi, saya berkeinginan Anto bisa memberikan kepuasan padaku.

Ngeseks Dengan Penjaga Perpustakaan Di Kampus Jakarta

Namaku Dina tp orang-orang memangilku Din. Umurku 21 tahun. Wajahku cantik. Aku tdk sombong tp demikianlah pendapat orang-orang terhadapku. tubuhku putih mulus langsing dgn perut rata, rambutku jg hitam panjang seperti layaknya model iklan shampo. Selain itu aku dikarunia body yg seksi. Dgn kulitku yg putih mulus, ditambah lagi bulatan buah dadaku yg lumayan montok namun indah bentuknya, dan jg betisku yg bak pualam menjadikanku `incaran` laki-laki.Sebagai seorang mahasiswi, aku selalu berhubungan dgn buku, apalagi ketika menjelang ujian pasti tugas menumpuk. Ada yg kubeli sendiri dan ada jg yg meminjam dari perpustaka. Utk buku-buku teks aku selalu meminjam dari perpustakaan karena lengkap. Terkadang aku jg meminjam skripsi tahun-tahun lalu utk melengkapi referensiku.Tp sejak bulan lalu mahasiswa jurusanku dilarang utk meminjam atau menfotocopy skripsi maupun tesis. Hal itu karena banyaknya skripsi yg marak diplagiat. Aku tentu kurang suka dgn kebijakan tersebut, karena aku paling malas duduk lama-lama diperpustakaan hanya utk baca buku ato mencatat.Hari itu hari jumat, perpustakaan akan tutup jam 4 sore. Aku sengaja datang tepat jam 4 (jadi sebelum perpustakaan tutup). Kulihat lampu perpustakaan sudah sebagian dimatikan dan monitor komputer jg. Di dlm perpustakaan tinggal 1 orang lagi petugas sedangkan yg lain sudah pulang. Petugas itu Pak Ivan, Usianya kira-kira 50-an lebih, tubuhnya tinggi kurus dgn kulit hitam terbakar matahari. dia sedang membereskan buku-buku yg berserakan dimeja.“Sudah mau tutup ya,Pak?” Tanyaku mengejutkanya.Dia menatapku lalu berkata“Ya iya atuh,neng, kan sudah jam 4”.
“Aya naon?”katanya sambil mencuri-curi melihat ketubuhku.Waktu itu aku cuma mengenakan kaos oblong ketat dan semi transparan, sehingga lekuk buah dadaku tercetak. Aku agak grogi jg dilihatin seperti itu.“Ngggak, Pak….. mau minta tolong aja. Mau minjam buku. Masih bisa ga?” ujarku.“Ya udah sok lah.. tp cepat ya neng. Bapak mau pulang ini!”
“Tp pak sy mau minjam buku skripsi angkatan 96 judulnya xxx. Bisa ga,pak?tanyaku memelas kepadanya.
“Yah ga bisa atuh neng. Kan ada peraturannya dari ketua jurusan ga bisa minjam skripsi. Nanti kalo ketahuan sy dimarahin atuh” Ujarnya dgn logat sunda yg khas.
“Iya tp gimana dong Pak. Ada tugas mendadak yg mau dikumpulin besok dan bahannya dari sana. Kalo ga ngumpulin nilai tugas sy bisa nol. Bisa ya pak” Rengakku manja sambil menarik-narik tangannya.Dia tetap menolak dgn tegas. Akhirnya aku utarakan bahwa nanti aku kasih rokok agar dia mau. Tp dia menolak. Wah harus cara lain nih. Maka timbul ide gilaku. gimana seandainya kuberikan tubuhku utk dinikmatinya sehingga aku dapat meminjam buku maha penting itu. Aku yakin dia tdk menolak. Masa sih ada orang yg menolak bercinta dgn gadis muda dan cantik. Dan aku memang sudah lama ingin menggodanya.“Pak ada ga cara lain agar Dina bisa pinjam skripsi itu?” tanyaku sambil menatap matanya.
“Maksud neng apa?”tanyanya sambil duduk disebuah kursi.
“Bagaimana dgn ini?” tanyaku sambil membuka bajuku. Aku nekat melepaskan bajuku dihadapannya. Dia kaget bukan main. Matanya melotot hampir copot ketika memandang buah dadaku yg masih ditutupi BH hitam tersebut.“Ayolah Pak. Masa tdk bisa”Tanyaku sambil meremas buah dadaku.
“Din.. ke..a……..” katanya terpatah-patah karena gugup.Kemudian aku mendekat, kubuka kacamatanya. Wajahku mendekati wajahnya dan berbisik pelan setengah mendesah,“Ayolah Pak, masa bapak tdk mau meminjamkan buku itu. Bagaimana kalo sy tukar dgn dada sy ini?”. Tanyaku makin bikin dia gemetaran. Dia mencoba meminum air putih yg ada dimeja didepannya.Dia makin terperangah apalagi ketika aku mulai mencari kait BH hitamku dipunggung utk melepaskannya. Kulepas bh ku sehingga buah dadaku seperti mau meloncat keluar, karena tertahan BH yg kekecilan. Matanya melotot mengamat-ngamati buah dadaku. Kemudian kutarik tangannya dan kuarahkan kedadaku. Perlahan-lahan dielusnya buah dada montokku yg berukuran 34, dgn puting kemerahan serta kulitnya yg putih mulus.“Mmppphhhhh… Pak” desahku menggodanya. Tangannya yg kasar sangat kontras dgn buah dadaku yg halus,namun terasa nikmat.
“Payudaramu mantap jg yah Din, indah dan montok,” pujinya.
“Ayo, pak nikmati aja selagi bisa. Asal bapak mau minjamin buku itu, apa aja yg bapak minta akan sy berikan” bisikku lirih ditelinganya.Mendengar itu dia lalu mendudukanku di meja perpustakaan itu. Posisiku menghadap kearahanya dgn payudaraku tepat didepan wajahnya seperti di film-film bokep lensa69. Dia lalu mendekatkan mulutnya ke arah payudaraku, sebuah jilatan menyapu putingku disusul dgn gigitan ringan menyebabkan benda itu mengeras dan tubuhku bergetar.“Mmpphhhhh…ayo pak nikmatin sepuasmu..oogghh..oogghh…”Puas menjilati buah dadaku, dia kemudian memelukku, sambil berpelukan mulut kami mulai saling memagut, lidah bertemu lidah, saling jilat dan saling belit, kuremas-remas kontolnya dari balik celananya. Elusannya mulai turun dari punggungku ke bongkahan pantatku yg lalu dia remasi.
Dina
Sambil berciuman tanganku mulai melepas kancing-kancing bajunya. Dadanya yg bidang membuatku makin bernafsu saja. Dia membantuku melepaskan ikat pinggang dan celananya. Segera kumasukkan tanganku kedalam CD nya. Kontolnya lumayan besar dan cukup kokoh dgn dihiasi sedikit urat.Kukocok dan kuremas kontol itu. Tak lama kemudian dia melepaskan celana dalamnya nya sehingga terpampanglah batang kemalauannnya yg besar dan panjang itu. Kontolnya mengingatkanku pada kontol satpam rumahku. Besar dan kokoh walau tdk begitu panjang.Aku sudah tdk sabar utk mengulumnya. Maka kuturunkan badanku perlahan-lahan hingga berlutut di hadapannya. Kontol dlm genggamanku itu kucium dan kujilat disertai sedikit kocokan. Kontol hitam itu bergetar hebat diiringi desahan pemiliknya setiap kali lidahku menyapunya. Sekarang kubuka mulutku utk memasukkan kontol itu.Hhmm.. enak sekali rasanya kontol tuanya. hampir sedikit lagi masuk seluruhnya kemulutku tp tdk kupaksakan karena sudah mentok di tenggorokanku. Dlm mulutku kontol itu kukulum dan kuhisap, kugerakkan lidahku memutar mengitari kepala kontolnya.Sesekali aku melirik ke atas melihat ekspresi wajah dia menikmati kulumanku. Dia menikmati sekali permainan lidahku , dia terus merem-melek dan mengerang tak henti-hentinya saat kontolnya kukulum. Lama jg aku mengulumnya, sampai mulutku pegal, akhirnya dia suruh aku berhenti agar tdk cepat-cepat keluar.Dia lalu mengangkatku keatas meja besar di perpustakaan itu. Dibukanya rok mini yg kugunakan berikut celana dlm ku. Matanya tdk berkedip menatap tubuh telanjang seorang gadis cantik yg masih sangat muda.Tiba-tiba dgn bernafsu dia bentangkan kedua pahaku. Matanya seperti mau copot memandangi memekku yg merah merekah diantara bulu-bulu hitam yg lebat. Sebentar kemudian lidahnya mulai menjilati bibir memekku dgn rakusnya. Lidahnya ditekan masuk ke dlm lubang memekku dgn satu jarinya mempermainkan klitorisku, tangannya yg lain dijulurkan ke atas meremasi buah dadaku.“Ouuuggghhhhhhh.. .!” aku benar-benar menikmatinya, mataku terpejam sambil menggigit bibir bawah, tubuhku jg menggelinjang oleh sensasi permainan lidah dia.Aku mendesah pelan meremas rambutnya yg tipis, kedua paha mulusku mengapit erat kepalanya seolah tdk menginginkannya lepas. Lidah itu bergerak semakin liar menyapu dinding-dinding memekku, yg paling nikmat adalah ketika ujung lidahnya beradu dgn klitorisku, duhh.. rasanya geli seperti mau ngompol. Butir-butir keringat mulai keluar seperti embun pada sekujur tubuhku.Di dlm ruangan perpustakaan kampus userbola itu semakin panas saja, dimana pak Ivan sang Penjaga perpustakaan sedang menikmati tubuhku.“Aku sudah tak tahan lagi. Ayo pak, masukin ”Pintaku sambil menarik kepalanya dari memekku.Kudorong tubuhnya utk telentang diatas meja perpustakaan itu. Aku ingin aku yg memegang kendali dgn gaya woman on top. Perlahan-lahan kuangkat tubuku dan kududuki perutnya. Kemudian kuangkat pantatku dan mengarahkan memekku kekontolnya. Kuturunkan tubuhku perlahan-lahan kearah batangnya yg sudah sangat tegang. Dia memegang kontolnya siap menerima jepitan memekku.Kontolnya kesulitan menerobos memekku yg masih rapet. Kepala kontolnya yg besar itu mencoba menggesek clitoris di liang senggamaku hingga aku merintih kenikmatan. aku terus berusaha menekankan memekku yg memang sudah sangat basah ke dlm miliknya. Sedikit demi sedikit aku merasakan ruang memekku terisi Dan ketika dgn kasar dia tiba-tiba menekankan miliknya seluruhnya amblas ke dlm diriku.“Pak…aakkhh!” desahku dgn tubuh menegang. aku tak kuasa menahan diri utk tdk memekik. Perasaan luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai diriku, hingga badanku mengejang beberapa detik.Sama sepertiku dia jg mendesah menyebut namaku saat kontolnya amblas ditelan memekku.“Din……a……ooohhh…..enak sekali….” dia mendesah nikmat.Lambat laun rasa nikmat mulai menjalar ke tubuhku. secara perlahan-lahan aku lalu menaik-turunkan tubuhku diatas kontolnya. Kupacu kejantannya dgn goyanganku. Kadang cepat kadang lambat. Aku meliuk-liuk diatas batangnya yg besar itu. Ntah kenapa aku menjadi gadis yg liar saat iu. Biasanya aku hanya pasrah dan lawan mainku yg banyak `bekerja`, tp sekarang aku yg aktif memcu kenikmatan diatas kontol pak Ivan.Pak Ivan memperhatikan kontolnya sedang keluar masuk di memek seorang gadis 21 tahun, mahaiswi dikampusnya, sepertinya dia tak habis pikir betapa untungnya berkesempatan menikmati tubuh seorang gadis muda.Tubuhku terlonjak-lonjak menahan persetubuhan yg sensasional ini. Badanku tertekuk sehingga membuat payudaraku semakin membusung ke depan. Kesempatan ini dimanfaatkan dia dgn baik. Sambil ikut mengoyangkan pantatnya dia jg meraih kedua payudaraku. Diremas dan dipilinnya benda kenyal itu hingga makin membusung tegak.“Ooooooohhkkkk…!”Aku semakin menjerit keras. remasannya membuatku merinding dan makin terbakar birahi.Erangan-erangan nikmat menandai keluar masuknya batang kontolnya. Kontol itu terasa menyodok semakin dlm bahkan sepertinya menyentuh dasar rahimku. aku tak rela kalau sensasi ini cepat-cepat berlalu“Oooohhh..ooooohhh…teruss pak….puasin aku……ooohhhhhh……” jeritku seiring dgn naik-turunnya tubuhku. Sambil terus membantu menyodok-nyodok kontolnya, dia jg terus memilin dadaku yg kanan sehingga kenikmatan yg kurasakan semakin bertambah
Ngentot Dengan Dina
Sekitar lima belas menit lamanya kami berpacu dlm gaya demikian. Saling berlomba-lomba mencapai puncak. Sodokan-sodokannya makin lama makin cepat dan makin berirama. Tangannya yg tadi lembut mengeraygi dadaku sekarang cenderung kasar. Tp aku tdk memperdulikan kekasarnya Yg kurasakan hanya nikmat dan nikmat. Gesekan-gesekan diliang kewanitaanku serta remasan – remasan di dadaku membuat pertahananku sebentar lagi akan jebol.Pandanganku kabur dan kurasakan lorong memekku mulai berkedut keras tanda aku mulai orgasme.“Aaaahhkkkk…!” jeritku histeris, bersamaan dgn derasnya cairan cintaku mengalir diatas kontolnya hingga habis. Aku lalu rubuh ditas tubuhnya yg kurus. Mataku sayu dan tenagaku lemas. Dia masih dibawahku dgn kontol yg masih tegang.Kemudian dia melepaskan kontolnya. Aku rebahan diatas meja menatapnya yg sudah siap-siap melanjutkan ronde selanjutnya. Dielus-elusnya pahaku sambil matanya menatap wajahku. Puas merabai pahaku tangannya kini beralih kedadaku.“kalo dari dulu sy tahu neng mau dientot seperti ini, sudah sy nikmati terus tubuh neng ini” Katanya sambil meremas-remas dadaku“Berarti bisakan Pak, Dina minjam skripsi itu” Tanyaku sambil bergetar menahan ransangangnya.“Oh..bisa…bisa….jangankan 1, 10 skripsi jg bapak kasih. Asal neng mau bapak entot. He..he..” Katanya cengengesan. Kurang ajar pikirku emang aku pelacur murahan yg bisa dibayar, apalagi dibayar dgn buku. Ga sudi lah yauw. Ini jg gara-gara kepepet. Kalo ga gara-gara tugas dikumpul besok, mana mungkin aku mau.“Neng bapak entot sekarang ya. Udah ga tahan pengen ngeluarin peju bapak di memek neng” katannya sambil merenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar.“Tp pelan-pelan ya, pak. Dina masih lemas nih. Tp kunci dulu pintunya. Ntar ada masuk bisa berabe” Ujarku saat menyadari pintu perpustakaan masih terbuka.Setelah mengunci pintu itu dari dlm dia lalu mengambil ancang-ancang. Dia berdiri didapanku, Paha kiriku diangkatnya dan disangkutkan ke pundaknya. Lalu dgn tangannya yg sebelah lagi memegangi batang kejantanannya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir memekku yg sudah sangat basah. Ada rasa geli menyerang di situ hingga aku menggelinjang dan memejamkan mata.Sedetik kemudian, aku merasakan kontolnya mulai menyeruak ke dlm liang memekku. Aku menahan nafas ketika benda panjang itu kembali masuk kerongga memekku.“Aaakkhh…!” erangku lirih sambil menggigit bibirku saat kontolnya melesak masuk ke dlmku. Sesak. Penuh. Tak ada ruang dan celah yg tersisa. Daging panas itu terus mendesak masuk. Dia lalu menggerakkan pinggangnya naik-turun. Kontolnya menggesek-gesek memekku dgn pelan dan lambat. Ditariknya pelan kemudian didorongnya. Ditariknya pelan kembali dan kembali didorongnya. Begitu dia ulang-ulangi dgn frekewnsi yg makin sering dan makin cepat.Pak Ivan makin cepat dan makin keras mengocok memekku, aku sendiri sudah merem-melek tdk tahan merasakan nikmat yg terus-terusan mengalir dari dlm memekku. Payudaraku bergoncang-goncang, rambutku terburai, keringatku, keringatnya mengalir dan berjatuhan di tubuh masing-masing.Kepalaku kugeleng-gelengkan ke kiri dan kekanan. Tangannya meraih kedua payudaraku dan diremas-remasnya dgn brutal. Keringatku bercucuran akibat sensasi nikmat.Pak Ivan menggerak-gerakkan pinggulnya dgn kencang dan kasar menghunjam-hunjam ke dlm tubuhku hingga aku memekik keras setiap kali kejantanannya menyentak ke dlm. Sungguh nikmat yg kurasakan. Aku sudah bisa menerima permaianan kasarnya.“Oooh… Terus Pak , enak banget… Yahhh!” aku tak kuasa utk tdk mengekspresikan kenikmatan yg kurasakan dgn leguhan dan desahan.Tdk sampai di situ, beberapa menit kemudian dia membalik tubuhku. Tubuhku dibalikkan telungkup diatas meja dan kakiku ditarik hingga terjuntai menyentuh lantai, sehingga kini pantatku pun menungging ke arahnya. Ia ingin pakai doggy style rupanya.Aku yg masih lemas hanya bisa mngangkat pinggulku sedikit ,sedangkan kepalaku tetap tertunduk dimeja. Sambil meremas pantatku dia mendorongkan kontolnya itu ke memekku. ia menyetubuhiku dari belakang.Dlm posisi seperti ini sodokannya terasa semakin keras dan dlm, badanku pun ikut tergoncang hebat, payudaraku serasa tertekan dan bergesekan di meja perpustakaan. Dia menggenjotku semakin cepat, dengusan nafasnya bercampur dgn desahanku memenuhi ruangan ini. Mulutku megap-megap dan mataku menatap kosong ketumpukan buku-buku dilemari.Beberapa menit kemudian dia menarik tubuh ku mundur beberapa langkah sehingga payudaraku yg tadinya menempel di meja kini menggantung bebas. Dgn begitu tangannya bisa meremas payudaraku. Tangannya kini dgn leluasa berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas payudaraku yg menggelantung berat ke bawah. Bahkan sesekali ditamparnya pantatku,sehingga aku tak kuasa utk tdk mengerang. 10 menit kemudian dia bahkan lebih memperhebat serangannya. Ia bisa dgn leluasa menggoyangkan tubuhnya dgn cepat dan semakin kasar.“Paakk…, aakkhh…!”, aku mengerang nikmat, tubuhku mengejang hebat dan kedua tanganku mencengkram kuat pinggir meja itu.Ya…aku telah orgasme. Cairan orgasmeku rasanya tertumpah semua membasahi selangkangan dan sebagian meleleh di pahaku. Lemas sekali rasanya, nafasku terputus-putus dgn posisi tubuh bagian rebahan di meja itu.Namun si penjaga perpustakaan itu masih bersemangat menggenjotku, tenaganya lumayan jg pikirku. Baru sekitar lima menit kemudian ia melenguh mencapai orgasemenya. Ia mencabut kontolnya dari memekku dan crot…crot, kurasakan cairan hangat tertumpah di pantat dan punggungku.“Uuuhh…puas Neng…memek Neng emang yahud euy!” ceracaunya sambil mengocok kontolnya mengeluarkan sisa spermanya.
“Ini Neng… ditelen biar ga mubazir, enak deh!” katanya sambil menyodorkan jarinya yg belepotan sperma.Aku membuka mulut serta-merta mengulum jarinya dgn gaya yg nakal. Kami berpelukan sejenak sambil sesekali berciuman sebelum akhirnya berpakaian kembali dan pria itu menyerahkan buku yg kubutuhkan padaku.“Pokoknya Neng, kalau mau pinjem apa aja tinggal bilang ke Bapak, pasti Bapak usahain” katanya mengobral janji.
“Huuu…dikasih daging mentah aja lu baru baik, dasar mental pejabat!” omelku dlm hati.
“Iya, makasih ya Pak, Dina pulang dulu yah!” aku pamitan dgn memasang senyum manis padanya.Itulah sepenggal kisahku dgn pak Ivan penjaga perpustakaanku. Bisa ditebak, sejak saat itu aku ga kesusahan dlm meminjam buku skripsi diperpustakaan. Walau terkadang aku harus melayani nafsunya. Itu tdk masalah buatku karena aku memang suka sex. Malah penjaga perpustakaan lainnya jg ikut menikmati tubuhku.Kami pernah bercinta 3 orang sekaligus dimana aku Pak Ivan dan seorang penjaga perpustakaan yg lainnya. Aku mereguk kenikmatan yg tinggi dgn menjadi bulan-bulanan pelampiasan nafsu keduanya. Tunggu kisahku saat aku mengajak kedua penjaga perpustakaan itu beserta dua orang teman ceweku yg lain mengadakan pesta sex di villaku di puncak.






Kenikmatan Susu Lidya


Lega rasanya aku melihat pagar rumah kosku setelah terjebak dalam kemacetan jalan dari kampusku. Kulirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 21.05 yang berarti aku telah menghabiskan waktu satu jam terjebak dalam arus lalu-lintas Jakarta yang begitu mengerikan. Setelah memarkir mobilku, bergegas aku menuju ke kamarku dan kemudian langsung menghempaskan tubuh penatku ke ranjang tanpa sempat lagi menutup pintu kamar. 

Baru saja mataku tertutup, tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh ketukan pada pintu kamarku yang disertai dengan teriakan nyaring dari suara yang sudah sangat aku kenal. "Ko, loe baru pulang yah?" gelegar suara Voni memaksa mataku untuk menatap asal suara itu. "iya, memangnya ada apa sih teriak-teriak?" jawabku sewot sambil mengucek mataku. "Ini gue mau kenalin sepupu gue yang baru tiba dari Bandung" jawabnya sambil tangan kirinya menarik tangan seorang cewek masuk ke kamarku. 

Kuperhatikan cewek yang disebut Voni sebagai sepupunya itu, sambil tersenyum aku menyodorkan tangan kananku kearahnya "Hai, namaku Riko" "Lidya" jawabnya singkat sambil tersenyum kepadaku. 
Sambil membalas senyumannya yang manis itu, mataku mendapati sesosok tubuh setinggi kira-kira 165 cm, walaupun dengan perawakan sedikit montok namun kulitnya yang putih bersih seakan menutupi bagian tersebut. 
"Riko ini teman baik gue yang sering gue ceritain ke kamu" celetuk Voni kepada Lidya. "Oh.." 
"Nah, sekarang kan loe berdua udah tau nama masing-masing, lain kali kalo ketemu kan bisa saling memanggil, gue mau mandi dulu yah, daag.." kata Voni sambil berjalan keluar dari kamarku. 
Aku menanggapi perkataan Voni barusan dengan kembali tersenyum ke Lidya. 
"Cantik juga sepupu Voni ini" pikirku dalam hati. 
"Lidya ke Jakarta buat liburan yah?" tanyaku kepadanya. 
"Iya, soalnya bosen di Bandung melulu" jawabnya. 
"Loh, memangnya kamu nggak kuliah?" 
"Nggak, sehabis SMA aku cuma bantu-bantu Papa aja, males sih kuliah." 
"Rencananya berapa lama di Jakarta?" 
"Yah.. sekitar 2 minggu deh" 
"Riko aku ke kamar Voni dulu yah, mau mandi juga " 
"Oke deh" Sambil tersenyum lagi dia berjalan keluar dari kamarku. 
Aku memandang punggung Lidya yang berjalan pelan ke arah kamar Voni. 
Kutatap BH hitamnya yang terlihat jelas dari balik kaos putih ketat yang membaluti tubuhnya yang agak bongsor itu sambil membayangkan dadanya yang juga montok itu. 
Setelah menutup pintu kamarku, kembali kurebahkan tubuhku ke ranjang dan hanya dalam sekejab saja aku sudah terlelap. 
"Ko, bangun dong" Aku membuka kembali mataku dan mendapatkan Voni yang sedang duduk di tepi ranjangku sambil menggoyangkan lututku. 
"Ada apa sih?" tanyaku dengan nada sewot setelah untuk kedua kalinya dibangunkan. 
"Kok marah-marah sih, udah bagus gue bangunin. Liat udah jam berapa masih belom mandi!" Aku menoleh ke arah jam dindingku sejenak. 
"Jam 11, emang kenapa kalo gue belum mandi?" 
"Kan loe janji mau ngetikin tugas gue kemaren" 
"Aduh Voni.. kan bisa besok.." 
"Nggak bisa, kan kumpulnya besok pagi-pagi" Aku bergegas bangun dan mengambil peralatan mandiku tanpa menghiraukan ocehan yang terus keluar dari mulut Voni. 
"Ya udah, gue mandi dulu, loe nyalain tuh komputer!" 
ngentot memek perawan ***** Tulisan di layar komputerku sepertinya mulai kabur di mataku. 
"Gila, udah jam 1, tugas sialan ini belum selesai juga" gerutuku dalam hati. 
"Tok.. Tok.. Tok.." bunyi pintu kamarku diketok dari luar. 
"Masuk!" teriakku tanpa menoleh ke arah sumber suara. 
Terdengar suara pintu yang dibuka dan kemudian ditutup lagi dengan keras sehingga membuatku akhirnya menoleh juga. 
Kaget juga waktu kudapati ternyata yang masuk adalah Lidya. 
"Eh maaf, tutupnya terlalu keras" sambil tersenyum malu dia membuka percakapan. 
"Loh, kok belum tidur?" dengan heran aku memandangnya lagi. 
"Iya nih, nggak tau kenapa nggak bisa tidur" 
"Voni mana?" tanyaku lagi. 
"Dari tadi udah tidur kok" 
"Gue dengar dari dia katanya elo lagi buatin tugasnya yah?" 
"Iya nih, tapi belum selesai, sedikit lagi sih" 
"Emang ngetikin apaan sih?" sambil bertanya dia mendekatiku dan berdiri tepat disamping kursiku. 
Aku tak menjawabnya karena menyadari tubuhnya yang dekat sekali dengan mukaku dan posisiku yang duduk di kursi membuat kepalaku berada tepat di samping dadanya. 
Dengan menolehkan kepalaku sedikit ke kiri, aku dapat melihat lengannya yang mulus karena dia hanya memakai baju tidur model tanpa lengan. 
Sewaktu dia mengangkat tangannya untuk merapikan rambutnya, aku dapat melihat pula sedikit bagian dari BHnya yang sekarang berwarna krem muda. 
"Busyet.. loe harum amat, pake parfum apa nih?"
"Bukan parfum, lotion gue kali" 
"Lotion apaan, bikin terangsang nih" candaku. 
"Body Shop White Musk, kok bikin terangsang sih?" tanyanya sambil tersenyum kecil. 
"Iya nih beneran, terangsang gue nih jadinya" 
"Masa sih? berarti sekarang udah terangsang dong" Agak terkejut juga aku mendengar pertanyaan itu. 
"Jangan-jangan dia lagi memancing gue nih.." pikirku dalam hati. 
"Emangnya loe nggak takut kalo gue terangsang sama elo?" tanyaku iseng. 
"Nggak, memangnya loe kalo terangsang sama gue juga berani ngapain?" 
"Gue cium loe ntar" kataku memberanikan diri. 
Tanpa kusangka dia melangkah dari sebelah kiri ke arah depanku sehingga berada di tengah-tengah kursi tempat aku duduk dengan meja komputerku. 
"Beneran berani cium gue?" tanyanya dengan senyum nakal di bibirnya yang mungil. 
"Wah kesempatan nih" pikirku lagi. 
video bokep Aku bangkit berdiri dari dudukku sambil mendorong kursiku sedikit ke belakang sehingga kini aku berdiri persis di hadapannya. 
Sambil mendekatkan mukaku ke wajahnya aku bertanya. 
" Bener nih nggak marah kalo gue cium?" 
Dia hanya tersenyum saja tanpa menjawab pertanyaanku. 
Tanpa pikir panjang lagi aku segera mencium lembut bibirnya.
Lidya memejamkan matanya ketika menerima ciumanku. 
Kumainkan ujung lidahku pelan kedalam mulutnya untuk mencari lidahnya yang segera bertaut dan saling memutar ketika bertemu. 
Sentuhan erotis yang kudapat membuat aku semakin bergairah dan langsung menghujani bibir lembut itu dengan lidahku. 
Sambil terus menjajah bibirnya aku menuntun pelan Lidya ke ranjang. 
Dengan mata masih terpejam dia menurut ketika kubaringkan di ranjangku. 
Erangan halus yang didesahkan olehnya membuatku semakin bernafsu dan segera saja lidahku berpindah tempat ke bagian leher dan turun ke area dadanya. 
Setelah menanggalkan bajunya, kedua tanganku yang kususupkan ke punggungnya sibuk mencari kaitan BH-nya dan segera saja kulepas begitu aku temukan. 
Dengan satu tarikan saja terlepaslah penutup dadanya dan dua bukit putih mulus dengan pentil pink yang kecil segera terpampang indah didepanku. 
Kuremas pelan dua susunya yang besar namun sayang tidak begitu kenyal sehingga terkesan sedikit lembek. 
Puting susunya yang mungil tak luput dari serangan lidahku. Setiap aku jilati puting mungil tersebut, Lidya mendesah pelan dan itu membuatku semakin terangsang saja. 
Entah bagaimana kabar penisku yang sedari tadi telah tegak berdiri namun terjepit diantara celanaku dan selangkangannya. 
Putingnya yang kecil memang sedikit menyusahkan buatku sewaktu menyedot bergantian dari toket kiri ke toket kanannya, namun desahan serta gerakan-gerakan tubuhnya yang menandakan dia juga terangsang membuatku tak tahan untuk segera bergerilya ke perutnya yang sedikit berlemak. 
Namun ketika aku hendak melepas celananya, tiba-tiba saja dia menahan tanganku. 
"Jangan Riko!" 
"Kenapa?" 
"Jangan terlalu jauh.." 
"Wah, masa berhenti setengah-setengah, nanggung nih.." 
"Pokoknya nggak boleh" setengah berteriak Lidya bangkit dan duduk di ranjang. 
Kulihat dua susunya bergantung dengan anggunnya di hadapanku. 
"Kasihan ama ini nih, udah berdiri dari tadi, masa disuruh bobo lagi?" tanyaku sambil menunjuk ke arah penisku yang membusung menonjol dari balik celana pendekku. 
Tanpa kusangka lagi, tiba-tiba saja Lidya meloroti celanaku plus celana dalamku sekalian. 
Aku hanya diam ketika dia melakukan hal itu, pikirku mungkin saja dia berubah pikiran. 
Tetapi ternyata dia kemudian menggenggam penisku dan dengan pelan mengocok penisku naik turun dengan irama yang teratur. 
Aku menyandarkan tubuhku pada dinding kamar dan masih dengan posisi jongkok dihadapanku Lidya tersenyum sambil terus mengocok batang penisku tetapi semakin lama semakin cepat. 
Nafasku memburu kencang dan jantungku berdegub semakin tak beraturan dibuatnya, walaupun aku sangat sering masturbasi, tapi pengalaman dikocok oleh seorang cewek adalah yang pertama bagiku, apalagi ditambah pemandangan dua susu montok yang ikut bergoyang karena gerakan pemiliknya yang sedang menocok penisku bergantian dengan tangan kiri dan kanannya. 
"Lid.. mau keluar nih.." lirih kataku sambil memejamkan mata meresapi kenikmatan ini. 
"Bentar, tahan dulu Ko.."jawabnya sambil melepaskan kocokannya. 
"Loh kok dilepas?" tanyaku kaget. 
Tanpa menjawab pertanyaanku, Lidya mendekatkan dadanya ke arah penisku dan tanpa sempat aku menebak maksudnya, dia menjepit penisku dengan dua susunya yang besar itu. 
Sensasi luar biasa aku dapatkan dari penisku yang dijepit oleh dua gunung kembar itu membuatku terkesiap menahan napas. 
Sebelum aku sempat bertindak apa-apa, dia kembali mengocok penisku yang terjepit diantara dua susunya yang kini ditahan dengan menggunakan kedua tangannya. 
Kali ini seluruh urat-urat dan sendi-sendi di sekujur tubuhku pun turut merasakan kenikmatan yang lebih besar daripada kocokan dengan tangannya tadi. 
"Enak nggak Ko?" tanyanya lirih kepadaku sambil menatap mataku. 
"Gila.. enak banget Sayang.. terus kocok yang kencang.." Tanganku yang masih bebas kugerakkan kearah pahanya yang mulus. 
Sesekali memutar arah ke bagian belakang untuk merasakan pantatnya yang lembut. 
"Ahh.. ohh.." desahnya pelan sambil kembali memejamkan matanya. 
Kocokan serta jepitan susunya yang semakin keras semakin membuatku lupa daratan. 
"Lid.. aku keluar.." Tanpa bisa kutahan lagi semprotan lahar panasku yang kental segera menyembur keluar dan membasahi lehernya dan sebagian area dadanya. 
Seluruh tubuhku lemas seketika dan hanya bisa bersandar di dinding kamar. 
Aku memandang nanar ke Lidya yang saat itu bangkit berdiri dan mencari tissue untuk membersihkan bekas spermaku. 
Ketika menemukan apa yang dicari, sambil tersenyum lagi dia bertanya 
"Kamu seneng nggak" Aku mengangguk sambil membalas senyumannya. 
"Jangan bilang siapa-siapa yah, apalagi sama Voni" katanya memperingatkanku sambil memakai kembali BH dan bajunya yang tadi kulempar entah kemana. 
"Iyalah.. masa gue bilang-bilang, nanti kamu nggak mau lagi ngocokin gue" Lidya kembali hanya tersenyum padaku dan setelah menyisir rambut panjangnya dia pun beranjak menuju pintu. 
"Gue bersih-bersih dulu yah, abis itu mau bobo" ujarnya sebelum membuka pintu. 
"Thanks yah Lid.. besok kesini lagi yah" balasku sambil menatap pintu yang kemudian ditutup kembali oleh Lidya. 
Aku memejamkan mata sejenak untuk mengingat kejadian yang barusan berlalu, mimpi apa aku semalam bisa mendapat keberuntungan seperti ini. 
Tak sabar aku menunggu besok tiba, siapa tahu ternyata bisa mendapatkan lebih dari ini. 
Mungkin saja suatu saat aku bisa merasakan kenikmatan dari lubang surga Lidya, yang pasti aku harus ingat untuk menyediakan kondom di kamarku dulu.

Sex Besar Toket Tante Membuat Gairahku Menjadi Gila

Cerita sek – Kejadian hubungan saya dengan Tante Nisa sudah lewat hampir 1 bulan, dan selama itu pula kami tidak pernah lagi melakukan hubungan badan. Dalam pikiran saya, mungkin Tante Nisa sudah menyadari kekhilafannya, dan saya juga harus bisa melupakan kejadian tersebut dan menganggap kalau kejadian itu tidak pernah terjadi. Karena pada dasarnya saya juga merasa malu pada diri saya sendiri, tapi dilain pihak saya juga merasakan nikmatnya persetubuhan kami. Mungkin perasaan ini jugalah yang ada di dalam hati Tante Nisa.



Seperti biasanya, saya kalau sedang bernafsu sering saya lampiaskan pada film porno dan tentu saja akan berakhir dengan onani. Kalau setiap habis menonton film porno, saya sering membayangkan sangat ingin menikmati tubuh Tante Nisa kembali.

Pada suatu sore, ketika saya sedang menikmati film porno dan sedang dalam tahap sangat ingin melakukan hubungan seks, (mungkin seseorang kalau sekali sudah merasakan nikmatnya hubungan seks, akan sulit untuk melupakannya) tiba-tiba berdering telepon dan tentu saja membuatku terhentak seketika dan dengan sedikit mengomel saya bangkit dan menjawab teleponnya (pembaca dapat merasakan kalau kita sedang menikmati sesuatu, terus ada hal yang mengganggu).

Dengan berat saya menjawab, “Halo.., mau cari siapa..?”

Lalu terdengar suara seorang wanita, “Saya ingin mencari Endy, Endynya ada..?”

Dengan sedikit rasa ingin tahu, saya jawab, “Yah, saya Endy, disana siapa yach..?”

Kemudian terdengar suara yang agak genit tapi sangat merangsang, “Hayo.., sudah lupa yach sama saya, padahal belum juga satu bulan..!”

Hati saya langsung berdebar-debar, lalu saya bertanya kembali, “Disana Tante Nisa yach..?”

Dan terdengar suara, “Emangnya kamu pikir sapa, sembarangan aja..!”

Lalu saya pun berkata, “Ada keperluan apa Tante..?”

Dengan pelan tetapi agak kesal, Tante Nisa berkata, “Kamu kayak nggak tau aja, rumah tante lagi sepi nih, selain itu tante lagi pengen nih, kamu bisa khan nolongin tante..?”

Dengan sedikit jahil saya bertanya lagi, “Nolongin apa tante..?”

Tante Nisa yang mungkin sudah kesal sekali, lalu berkata, “Kamu ini bodoh atau pura-pura bodoh sich, udah hampir satu bulan nich.. apa kamu nggak ingin kenikmatan kayak waktu itu..?”

Dalam hati, tentu saya saja saya sudah sangat berharap karena selain rangsangan dari film porno yang saya tonton, saya juga tidak merasa puas akan onani yang saya sering lakukan.

Lalu saya berkata, “Tante tunggu yach, saya segera kesana, paling cuman 10 menitan.”

Dan Tante Nisa menjawab, “Yach udah.., cepatan yach, tante tunggu nih..!”

Dalam 10 menit, saya sudah tiba di rumah Tante Nisa, dan ternyata Tante Nisa sudah menunggu saya di depan rumahnya, terlihat Tante Nisa memakai setelan piyama. Lalu kami pun masuk ke dalam rumah dengan nafas terengah-engah.

Saya berkata, “Tante ini bikin capek saya aja..!”

Dan dengan agak manja, Tante Nisa berkata, “Masak gitu aja capek, tapi kamu juga dapat enaknya khan, kamu ini juga kok masih juga panggil tante, khan udah dibilang panggil aja dengan Nisa, gimana sech..!”

Dengan tertunduk saya berkata, “Iya juga sech, saya lupa tante.. eh.. Nisa maksud saya.”

Lalu saya masuk ke dapur dan mengambil minum. Tante Nisa pun menyusul saya masuk ke dalam. Sesudah meminum habis air dalam gelas, saya segera menarik Tante Nisa dan memeluknya. Dengan manja Tante Nisa berusaha untuk melepaskan peluksan saya, tapi saya segera mendaratkan ciuman saya ke bibirnya. Tante Nisa terlihat sangat menikmatinya dan mulai membalas ciuman saya dengan mengigit pelan lidah saya, tapi saya juga berusaha membalas ciumannya.

Kami berciuman hampir 3 menit, lalu saya melepaskan ciuman saya dan bertanya, “Nit, saya bole nanya nggak..?”

“Yach.., nanya aja, emang kenapa..? jawab Tante Nisa.

Lalu saya berkata kembali,  “Kalo bole tau, kamu pake celana dalam warna apa hari ini..?”

Dan Tante Nisa berkata, “Eh kamu.. memalukan, masak nanya hal yang gituan..?”

Saya berkata lagi, “Masak nggak bole sich..?”

Tante Nisa berkata, “Yach udah.., kamu lihat aja sendiri..!”

Lalu tangan saya mulai bergerilya di sekitar wilayah pinggang ke bawah dan dengan pelan saya mulai membuka celana piyama nya dan telihat kalau Tante Nisa memakai CD warna putih dan terlihat bayangan kehitam-hitaman di sekitar lipatan kakinya.

Lalu Tante Nisa berkata, “Nah udah tau khan, kok masih diam aja, kayak ngak pernah gituan aja..!”

Dengan tersenyum saya lalu mengendong Tante Nisa segera menuju kamarnya.

Tante Nisa berkata, “Kamu ini kok nggak sabaran sech..?”

Sampai di kamarnya, saya membaringkan Tante Nisa ke ranjang dan segera membuka pakaian serta celana saya, sehingga saya hanya tinggal memakai CD. Sedangkan terlihat kalau kemaluan saya sudah menegang. Lalu saya segera mencium bibir Tante Nisa, sedangkan tangan saya mulai aktif bekerja meremas payudara Tante Nisa. Kemudian saya pun membuka baju Tante Nisa, sehingga tampaklah payudara Tante Nisa yang masih terbungkus oleh BH yang berwarna putih juga (dalam pikiranku mungkin BH dan CD Tante Nisa adalah satu set, sehingga tampak sangat serasi).

Lalu tangan saya mulai bergerak ke belakang untuk mencari kait dan membuka BH-nya tante, tapi dengan tersenyum Tante Nisa berkata, “Ini model baru Ndy.., kaitnya terletak di depan.”

Dan tangan Tante Nisa sendiri yang melepaskan kait BH-nya, sehingga tampaklah oleh saya payudara Tante Nisa yang masih kencang. Saya segera menenggelamkan wajah saya ke dalam payudaranya. Dengan gerakan meremas dan mulut saya menghisap putingnya, Tante Nisa mulai terangsang, ini terlihat dari erangan Tante Nisa .

“Uuh.. enak sekali.. terus Ndy.. ehmm..”

Lalu tangan saya mulai bergerak ke bawah, masuk ke dalam celananya dan mulai menyentuh bagian di sekitar selangkangannya, meskipun hanya dari luar celana dalamnya.

Lalu tante berkata dengan sedikit tertekan, “Ndy.. tante nggak tahan lagi nih..!”

Tanpa berpikir panjang lagi, saya segera melepaskan celana sekaligus CD Tante Nisa, karena nafsu saya juga telah memuncak. Lalu terlihatlah kemaluan Tante Nisa yang ditumbuhi bulu-bulu yang terawat dengan rapih. Kepala saya segera turun dan segera menjilati kemaluan Tante Nisa.

Terdengar Tante Nisa menjerit, “Aduh Ndy.., nikmat sekali.. terus.. tante merasa nikmat terus Ndy.. uh.. uh.. ahh..”

Tiba-tiba tubuh Tante Nisa mengejang dan pinggangnya terangkat ke atas. Saya mengetahui kalau Tante Nisa sudah hampir mencapai klimaksnya, tapi saya segera menghentikan permainan saya, sehingga terlihat kalau Tante Nisa sangat kecewa dan berkata, “Kamu kok gitu sech Ndy..!”

Saya berkata lagi, “Nit, nanti saya akan memberikan kenikmatan yang sebenarnya, tapi sekarang kamu harus meluruskan kembali dulu adik saya ini..!” sambil menunjukkan batang kemaluan saya yang sudah agak mengecil.

Kisah Istri Yang Diperkosa Supir Pribadi


Namaku Vivi, umurku sudah 26 tahun. Waktu menikah umurku masih 20 tahun dan sekarang Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan suami serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang. Suamiku sebagai seorang usahawan memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah.
Bila suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah kembali leyap dalam pandangan mataku. Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam pelajaran.



Namun semenjak tiga bulan setelah anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya. Aku tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku.
Seperti biasanya begitu aku tiba di dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju lantai dua dimana kamar utama berada. Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku.
Saat aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias kaca milikku. Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan kencangnya.

Kemudian kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, “Ouh.. ngapain kamu di sini!” sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup. “Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.
Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku. “Benny.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot. “silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku. Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari. Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya.
Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku. “Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar. “Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet. “Jangan..!” jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang. Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu.
Begitu aku mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka. Namun aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya.
Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi. “Benny.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis. Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya. Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk.

Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku. “Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku. “Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu. “Tapi saya majikan kamu Ben..” kataku mencoba mengingatkan. “Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan. “Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku. “Tapi malam ini Bu Vivi harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli. Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang.
Aku dapat melihat tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya.
Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu. “Benny.. jangan Ben.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya. Namun Benny, supirku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku. “Ouh.. zzt.. Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.
Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku. “Mass.. Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku. Tangan Mas Benny terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli.
Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk. Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing. “Ouh.. Vivi.. wajahmu cukup merangsang sekali Vivi..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.
Setelah berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian, “Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya. Entah mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah. “Bruk..” tiba-tiba tangan Mas Benny melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku.
Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan. Mendapat serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu. “Benny.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aar.. riss..” rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya.
Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya. “Ouh.. Ben..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri. “Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supirku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya. Setelah puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Benny lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal itu. “Bu Vivi.., saya entot sekarang ya.. sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah mendesah-desah.
“Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk belahan bibir vaginaku. “Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..” “Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya. Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku.
Beberapa saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk lagi, juga dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai, “Ouhh..” Tiba-tiba suara supirku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku. “Sialan kamu Ben!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram. Cerita Bokep
Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali. “Kamu gila Ben, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku. “Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal. “Tenang Bu Vivi.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Vivi.” ucapnya dengan tenang. “Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus. “Tenang bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama dua hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Vivi enggak usah khawatir bakalan hamil bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi. “Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu Ben..” ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supirku sudah lama merencanakannya. “Bagaimana Bu Vivi..?
Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Ben..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas. “Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku. Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali. “Kok ngak dijawab sich!” tanya supirku lagi.

“Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Benny!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku. “Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku. Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu.
Melihat tubuhku yang sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Benny supirku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas. Mata supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang seperti sedang menyayang seorang anak kecil.
Lalu diambilnya sabun Lux cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan. Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke lenganku. “Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.
Kurasakan telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun Lux cair itu menjadi semakin berbusa. Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supirku lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu. “Saya akan bawakan makanan ke sini yach!” ucapnya sambil supirku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara. Sudah tiga tahun lebih aku tidak pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan.
Memang dalam hal keuangan aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak kudapatkan lagi. Entah mengapa perasaanku saat ini seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal.
Supirku cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang. “Biar saya yang suapin Bu Vivi yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya. “Kamu yang masak Ben!” tanyaku ingin tahu. “Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si neri kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!” kata supirku. “Ayo dicicipi!” katanya lagi. Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok. Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga.
Bolehkan saya memanggil Bu Vivi dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue. “Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku. “Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.” Kalau saya boleh manggil Mbak Vivi, berarti Bu Vivi eh.. salah maksudnya Mbak Vivi, panggil saya Bang aja yach!” celetuknya meminta. “Terserah kamu saja ” kataku. “Sudah nggak capai lagi kan Mbak Vivi!” sahut supirku.
“Memang kenapa!?” tanyaku. “Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali. Aku tidak memberi jawaban lagi, hanya menunduk malu, tadi saja aku diperkosanya malah membuatku puas disetubuhinya apalagi untuk babak yang kedua kataku dalam hati. Sejujurnya aku tidak rela tubuhku diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.


Sex Selingkuh Ngentot Sama Istri Abang Tukang Bakso

Cerita sek – Pada dasarnya, gua ini orang yang senang bergaul, Gua orang yang gemar berada dalam sebuah komunitas atau perkumpulan, Baik yang positif (apalagi) yang rada negative Hehe. Tapi, seperti halnya kebanyakan masyarakat urban, masyarakat kelas menengah ngehek, gua justru luput menjalin hubungan dengan tetangga sekitar.


Cerita Sex Selingkuh – Gua gak tau siapa-siapa tetangga yang tinggal bahkan disebelah rumah gua sendiri. Tapi sebetulnya, selain karena memang gua yang kurang peduli juga karena sebelah rumah gua itu kontrakan rumah toko (ruko) yang penghuninya sering berganti seiring musim yang sedang terjadi.
Kalo musim hujan, biasanya ruko diisi sama tukang bakso. Kalo musim kemarau, diisi sama tukang cendol. Gua gak tau bakal diisi sama tukang apa kalo di Indonesia ada musim salju. Besar kemungkinan diisi sama tukang jamu.
Suatu hari, dirumah gua menggelar sebuah pertemuan yang dihadiri ratusan orang. Karena rumah gua gak cukup untuk menampung ratusan orang (rumah gua cuma cukup menampung 99 orang. Hehe) maka terpaksa harus menggelar tiker sampai keluar rumah, yaitu jalanan komplek yang sekaligus menjadi jalanan umum masyarakat sekitar menuju jalan raya utama.
Gua baru sampai rumah jam 8 malam dan cukup kaget melihat rumah gua bak studio JKT48. Gua pikir omongan nyokap dipagi hari, “Nanti malem ada acara dirumah..” cuma acara rutin macem pengajian atau arisan warga, ternyata lebih dari pada itu.
Karena enggan, “permisi-permisi..” untuk masuk ke dalem rumah, gua pun akhirnya menunggu acara selesai disebelah rumah. Diruko tukang jamu, eh, ruko tukang bakso.
Satu jam berlalu sambil ngobrol ngalor-ngidul sama kang bakso yang tau muka tapi tidak tau nama gua, begitu pun dengan gua sendiri. Akhirnya kami pun berkenalan. Dan akhirnya kang bakso yang bernama Mas Mujiono ini gua pake. Yakali!
Mas Muji, begitu biasa dia disapa, usianya hampir 50 tahun. Dia baru punya satu anak perempuan, namanya Ria. Usianya tak lebih dari 10 tahun. Sedang lucu-lucunya. Waktu gua ngobrol sama Mas Muji, Ria beberapa kali keluar masuk menggali perhatian gua yang sebelumnya, saat pertama kali melihat dia, gua menggodanya. Anak kecil tau sendiri kalo digodain, maunya terus dan terus.
Karena tak kuat menahan kencing, gua pun meminta izin Mas Muji untuk pakai kamar mandinya. Mas Muji kemudian mempersilahkan gua setelah sebelumnya masuk ke dalam. Besar kemungkinan dia sedang membersihkan kamar mandinya agar “layak dipinjam”.
Ruko Mas Muji ini memiliki tiga ruangan/petak. Petak pertama tempatnya berjualan, petak kedua kamar tidur, dan petak terakhir dapur serta kamar mandi. Lebarnya 4 meter dan panjang 10 meter. Yang berminat ngontrak silahkan pm. Lah!
Saat masuk kedalam, menuju kamar mandi, ada istri Mas Muji, sedang menonton tv. Karena gua diantar Mas Muji, gua pun hanya sepintas lalu melihat istrinya yang sedang ‘diusel-usel’ sama Ria.
Setelah selesai buang hajat, (yap, abis kencing, mendadak gua mau boker) gua pun keluar kamar mandi. Saat baru saja keluar dari area dapur memasuki area kamar tidur, Ria (kembali) ngajak bercanda. Dia sembunyi dibalik tembok, kemudian seperti seolah-olah mengagetkan gua sembari memeluk sekitaran kaki dan paha gua sambil tertawa cekakakan.
Mas Muji yang sedang melayani pembeli terdengar memperingatkan buah hatinya itu untuk tidak mengganggu. Tapi apakah gua merasa terganggu? Tentu tidak. Kejadian itu gua manfaatkan untuk melihat dengan seksama sosok istri Mas Muji.
“Wow..” Gerak mulut gua saat melihatnya. Istri Mas Muji kemudian meminta Ria untuk kembali anteng atau duduk dikasur. Gua sempat tersenyum dan menganggukkan kepala saat saling menatap dengan istri Mas Muji. Dia pun balas tersenyum dan mengangguk.
Mas Muji ini sepertinya punya aji-ajian dari mbah dukun. Karena kalo dicari alasan logis perempuan muda, cantik, dan bahenol macam istrinya ini mau ‘diajak’ susah menjalani hidup sama dia, gua gak nemuin.
Istrinya Mas Muji ini cuantik, rek!
Untuk bersanding sama lelaki umur 50 tahunan yang berprofesi sebagai kang bakso, istrinya malah bisa dibilang cantik banget.
Bukan bermaksud merendahkan tukang bakso, tapi wajarnya perempuan cantik yang umurnya terpaut 20 tahun dengan seorang lelaki, cuma akan menikah sama kang korupsi, kang tender, atau kang-kang lainnya yang punya harta melimpah. Lah Mas Muji?
Nama istri Mas Muji ini tak lain dan tak bukan adalah Teh Lilis. Dia dipanggil “Teh” karena lahir dan besar di … Ambon. What? Hehe.
Teh Lilis ini aseli Ciamis. Dia berkenalan dengan Mas Muji diarea wisata pantai daerahnya. Selang sebulan perkelanannya itu, Teh Lilis dilamar dan kemudian dinikahi lalu dibojong Mas Muji ke Jakarta.
Ini yang tadi gua bilang kalo Mas Muji punya aji-ajian. Saat berkenalan dan hendak mempersunting Teh Lilis, usaha bakso Mas Muji hanyalah sekala gerobak dorong yang mana tidak mempunyai pelanggan tetap. Mas Muji mengumpulkan keuntungannya berdagang selama lebih dari 10 tahun untuk menikah dan mencari peruntungan lebih besar dengan mengontrak toko, bahasa kitanya, mangkal. Agar punya pelanggan tetap dan usaha berkembang.
Laba selama 10 tahun itulah modal Mas Muji menemui orang tua Teh Lilis dan memboyongnya ke ibu kota. Kalo Mas Muji gak punya aji-ajian, rasanya orang tua Teh Lilis enggan menyerahkan buah hatinya yang cantik nan montok itu.


Sejarah singkat diatas, disponsori langsung oleh Mas Muji sendiri (selain dugaan punya aji-ajian, tentu saja). Keabsahan dan keakuratannya jelas terverifikasi serta dapat di pertanggungjawabkan. Ngok!
Tidak ada hal istimewa yang terjadi setelah perkenalan dengan tetangga sebelah rumah gua ini. Semua kembali normal seperti biasanya, seiring selesainya acara yang berlangsung dirumah gua. Janganlah kalian berharap gua langsung doggiestlye sama Teh Lilis disaat Mas Muji menggodok gilingan baksonya, jangan! Semua berjalan seperti hari-hari sebelumnya.
Awal mula perkenalan langsung gua sama Teh Lilis adalah saat gua hendak keluar rumah. Waktu itu gua memarkirkan kendaraan disebelah rumah atau lebih tepatnya didepan ruko Mas Muji karena lupa membawa pulpen. Ou, ouw. Jangan sepelekan pulpen. Googling, ‘lost your pen’ untuk keterangan lebih lanjut.
Karena masih pagi, warung Mas Muji masih tutup. Itu kenapa gua santai aja parkir didepan rukonya. Sekembalinya mengambil pulpen, gua ketemu Ria sama ibunya yang mau berangkat ke sekolah. Gua pun dengan tulus ikhlas tanpa niat kotor mengajak mereka bareng.
Sebenarnya jarak antara area sekolahan sama rumah gua tidaklah jauh-jauh amat. Bahkan tidak lebih dari 2 km. Tapi atas dasar perputaran ekonomi, masyarakat sekitar rumah gua lebih memilih naik ojek ketimbang jalan kaki. “Bagi-bagi rejeki..” begitu alasan dari keengganan berjalan kaki masyarakat urban saat ini.
Teh Lilis awalnya sempat menolak karena mungkin malu atau segan. Tapi karena Ria langsung setuju dan naik ke dalam kendaraan, Teh Lilis tak bisa berbuat apa-apa.
Teh Lilis tampak malu dan kaku, dia membatasi gerak Ria di dalam mobil. Gua sesekali mnggoda Ria dan meng-gpp-kan usaha Teh Lilis meredam tingkah random anaknya. “Gpp, Mba.. Ih, si Mba, kaya gak pernah kecil aja..”
“Bapaknya mana? Masih tidur ya?” Kata gua, bertanya pada Ria yang tampak antusias (mau gua sebut ‘norak’ ga tega) mencet-mencet dan melihat monitor didepannya. Ria hanya menjawab sepintas lalu tanpa melihat kearah gua, “Iya..” katanya.
Teh Lilis yang menyadari tingkah anaknya menggelengkan kepala dan tersenyum malu. Karena anaknya tak menggubris, gua pun lalu mengajak berbicara ibunya. Eaaa. Kalo kata pepatah, “Habis jatuh tertiban janda”
Kalo kata orang jawa, malahane.
“Mba, siapa namanya?”
“Lilis..”
“Aslinya juga satu daerah sama Mas Muji?”
“Oh, ngga. Saya mah dari Ciamis..”
“Ooh, urang sunda. Teteh, dong ya, manggilnya..”
“Hehe, iya..”
Lagi-lagi kalian jangan berharap gua langsung akan meng-wot-kan Teh Lilis didalam mobil. Karena tak lama dari obrolan perkenalan diatas, kami tiba diarea sekolahan. Lagipula masih ada anak dibawah umur.
Setelah kami berpisah semuanya kembali normal seperti biasanya lagi. Tak ada niat kotor, tak ada pikiran mesum, meski bertemu dan bertukar senyum dengan Teh Lilis di hari-hari berikutnya.
Sampai akhirnya, awal mula kemesuman yang kalian tunggu-tunggu hadir juga.
Gua kedatangan tamu dari jauh, seorang teman lama. Kolega gua dalam usaha membawa cewe-cewe mabuk ke dalam gubuk.
Namanya Udjo. Saat ini dia sudah tinggal diluar kota bersama istri, anak, dan ibu mertuanya. Sepaket.
Gua mengajak Udjo makan bakso ditempat Mas Muji karena enggan menambah kemacetan ibu kota diakhir pekan. Entah karena akhir pekan atau habis hujan, ruko Mas Muji kebanjiran pembeli.
“Alhamdulillah, ya Mas kebanjiran pembeli, bukan kebanjiran air got!” Kata gua, coba mencairkan raut sibuk Mas Muji sehingga membuatnya tertawa. Karena ramai, tentu saja, Teh Lilis membantu suaminya melayani pembeli.
Saat itulah, Udjo memberi kode dengan menyolek-nyolek paha gua. Semacam isyarat yang berbunyi, “Bro, Anjirr. Bininya cakep bener nih tukang bakso!”
Gua hanya tersenyum dan sesekali menghentikan colekan Udjo. “Lu kata gua sabun!” kata gua juga dalam bahasa isyarat. Isyarat laraswati~
Gua sama Udjo pun terlibat obrolan tanpa suara saat menunggu baksonya datang. Kalian tau macam mana obrolan tanpa suara, kan? Taulah, pasti. Haha.
Gua menyikut Udjo saat dia mulai ekstrim memandang Teh Lilis yang entah sedang mengambil kembalian atau mencuci mangkok. “Lah, elu mah enak, mau ngeliatin dia pake muka mesum macam apa juga gak masalah. Gua, yang gak enak!” Kata gua saat kembali berbincang dirumah.
“Tapi asli, bro. Itu tadi mbanya boleh tuh, asli. Lah, lakinya aja udah aut, bro!”
“Aut?” Tanya gua, gak ngerti.
“Iya, aut. Tua, bego!” Jawabnya menjelaskan sambil tertawa.
Cerita Dewasa Selingkuh – Gua pun tertawa dan mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Tapi Udjo seperti sudah dirasuki iblis mesum piaraan gua sendiri. Dia berkata dengan begitu yakin, “Kalo gua jadi lu, bro. Gua sikat tuh bininya kang bakso! Asli!”


“Sikat, ndasmu sempal!” Balas gua menyudahi kemesuman yang ada.
***
Udjo benar-benar menginspirasi gua untuk menggagahi Teh Lilis. Dia seolah memberikan gua keyakinan kalo Teh Lilis pasti mau diajak selingkuh. “Asli, pasti mau!” begitu kata Udjo, dengan keyakinan tingkat wali.
Dan, iblis pun menyusun situasi mesum untuk gua.
Malam itu gua sampe rumah sudah sangat larut, sekitar jam 1an. Gua ngeliat Teh Lilis sedang belanja diwarung klontong milik orang Madura, yang pernah gua tanya, “Buka 24 jam ya pak?” Dijawab, “Ngga, cuma sampe pagi kok..” Okee.. Makasih pak.. ~
Setelah markir kendaraan, gua bergegas ke warung klontong itu yang jaraknya tak jauh dari rumah gua.
“Eh, Teh Lilis.. Belum tidur, Teh?”
“Oh, iyaa..” Jawabnya malas. Duh, gak ada peluang nih, batin gua.
“Beli apaan, Teh..” Tanya gua lagi.
“Hah? Ituh, tau nih, bapaknya Ria. Minta makan mie..” Jawabnya setengah terkejut. Teh Lilis tampak murung dan melamun. Gua memandanginya dengan seksama. Baru ngeliatin dia aja, dada gua udah berdebar. Kaki gua gemeter. Dan, yap! Iblis berbisik, “tuh bos, dia nyebut Mas Muji “Bapaknya Ria” bos, bukan “Suamiku”. Itu artinya bisa digoyang imannya, bos! Lanjut, bos!”
“Beli apa mas?” Tanya Teh Lilis? Bukan! Tanya orang Madura. Membuyarkan lamunan gua menatap Teh Lilis.
“Oh. Rokok pak.. Lupa saya. Sama kopi juga deh..”
“Seduh sekalian kopinya?”
“Gak usah, pak. Eh, tapi kalo airnya baru mendidih, boleh deh..”
Tak disangka, Teh Lilis ikut bicara.
“Jam segini malah mau ngopi, mas. Gak tidur emangnya?”
“Hehe, iya Teh. Masih ada kerjaan..”
“Emang, Mas kerjanya dimana?” Tanyanya lagi. Sambil bayar gua ngomong, “Kenapa? Teteh mau ikut? Hehe.” dengan pandangan menggoda. Teh Lilis sesaat kaget, lalu tertawa.
“Duluan, Teh..” Kata gua, kemudian cabut dari warung. Teh Lilis masih menunggu belanjaannya. Dan tak lama, dia pun bergegas pulang.
Teh Lilis cuma berjarak 3 langkah dibelakang gua. Gua sengaja memperlambat jalan gua. Teh Lilis dilema, antara mau duluin gua atau ikutan jalan lambat. Dia milih opsi pertama, mungkin karena sudah ditungguin suaminya.
“Ayo, mas..” Katanya saat berada disebelah gua sesaat mendahului.
“Oh, iya Teh..” Balas gua, sok cuek dengan akting mainan gejet. Dalam hati bergejolak, “minta-ngga-minta-ngga..” Akhirnya gua memilih, Ngga! Haha, cupu banget gua. Minta nomornya aja takut! Yaiyalah, takut. Bini orang, sob!
Tapi iblis punya rencana lain. Saat berada didepan ruko/rumah Teh Lilis, dia kembali bersuara sebelum masuk. Seolah memberikan kode, kalo dia mau kok diajak selingkuh.~
“Awas, Mas, kesandung! Hehe” godanya, yang melihat gua jalan sambil menatap layar gejet. Gua sok cool, menengok kearahnya dan hanya tersenyum. Ingin rasanya ngomong, “Teh, minta nomor teleponnya, Teh..” Tapi itu namanya main kotor. Kemungkinan didenger Mas Muji besar, jadi gua urung melakukannya.
Sampai kamar, gua menyusun rencana dan tidur. Kopi yang gua beli dan udah diseduh, yang hanya menjadi kamuflase itu pun tak tersentuh. “Biarlah jadi rejeki semut..” Batin gua, lalu tidur.
***
Pagi-pagi sekali gua bersiap menjalankan aksi. Hemm, seperti apa aksi gua? Stay tune, gaes!

Pagi-pagi sekali gua sudah berada di area sekolahan tempat Ria sekolah.
Iblis benar-benar sudah menguasai diri gua. Entah dimana keberadaan malaikat.
Rencananya, gua akan mulai mendekatkan diri sama Teh Lilis saat dia menunggu Ria. Dan, melihat umur Teh Lilis yang gak tua-tua amat, dugaan gua dia pasti gak akan ikut nunggu Ria sambil ngerumpi sama ibu-ibu lain yang juga mengantar anaknya.
Tapi dugaan tinggal dugaan. Teh Lilis ikut membaur dengan ibu-ibu. Iblis memberi celah dengan tidak adanya ibu-ibu yang berada di sekitar Teh Lilis yang gua kenal. Jadi, besar kemungkinan juga gak ada yang mengenal gua. Tinggal kemudian gua mencari celah untuk “dilihat” Teh Lilis.
Mulai dari bersiul kearah Teh Lilis, sampai melambai-lambaikan tangan, dia tetap tak sadar keberadaan gua. Tiba-tiba saja ide muncul saat melihat bocah sd keluar dari salah satu kelas (bukan kelasnya Ria), gua langsung mengiming-imingin jajanan dan mengantarnya kembali ke kelas seolah-olah gua adalah sodaranya.
Teh Lilis sedikit kaget melihat keberadaan gua. Gua mengangguk dan tersenyum kearahnya. Setelah si bocah masuk kelas, gua menghampiri Teh Lilis.
“Nganter? Siapa?” Katanya, membuka pembicaraan.
“Oh, iya. Keponakan Teh..”
“Oohh..” Responnya sambil beranjak dari tempat duduk hendak membeli jajanan.
Gua sih yakin kalo dia cuma ngasih peluang ke gua, semacem kode minta ditelanjangin. Atau minimal ini settingan iblis.
“Nungguin sampe pulang, Teh?” Tanya gua. Dia gak gak menjawab, hanya mengangguk. Raut wajahnya tampak risih. Seketika gua bagai tersambar petir. “Anjir, gua cuma kegeeran nih..” Batin gua.
“Teh..” Sapa gua lagi. Pantang menyerah.
“Iya..” Jawabnya, masih dengan raut wajah risih dan cenderung was-was. Gua langsung menyodorkan hp dan minta nomor teleponnya. Dang! Hp gua gak direspon.
Tapi dia malah bilang, “Nomor Mas aja berapa?” sambil mengeluarkan hpnya dan gua pun pamit duluan setelah memberikan nomor hp.
Gua sih ga yakin dia bakal ngontek gua, tapi atas dasar positive thinking untuk kelakuan negative, gua menunggu kontak Teh Lilis. Tak sampai satu jam, ada pesan masuk ke hp gua.
“Ada apa ya, Mas? Maaf, saya risih ngobrol ditempat umum. Takut dikira macem-macem. Lilis.”
Hhhuuaaa.. Teh Lilis. Macam orang dulu aja ngirim Short Messages Service. Hehe
“Hehe, kalo gitu saya Teh yang minta maaf. Ga ada apa-apa Teh, mau kenal aja. Mau ngobrol-ngobrol. Kalo smsan gini masih risih ga, Teh? Hehe”
“Ya kalo sms gini ga risih. Kan gak ada yang liat. Mau kenal? Kan udah kenal. Ngobrol kok sama ibu-ibu sih Mas, sama yang masih gadis aja atuh.”
“Duh, Teh. Kalo sama gadis mah ribet Teh, ambekan. Dikit2 ngambek. Hehe. Teh Lilis tiap hari nungguin Ria?”
“Yah Mas, ibu-ibu juga sering ngambek kok. Namanya juga perempuan. Heee. Iya, tiap hari nungguin. Mas tadi anter anaknya ponakan? Kok baru liat.”
“Hehe, ngga Teh. Sebenernya cuma alesan buat ketemu Teteh aja ”
“Hmm. Mas, tolong jangan nelepon saya yah klo saya lagi dirumah. Takut bapaknya Ria tau nanti malah nyangka macet-macet.”
Pesan terakhir Teh Lilis gak gua bales, tapi gua berinisiatif langsung meneleponnya. Teh Lilis terasa begitu segan dan risih saat menerima telepon gua. Tapi meski begitu, dia juga tak memadamkan percikan untuk digoda. Gua sebagai lelaki normal yang abnormal tentu saja tak melewatkan peluang begitu saja.
Gua mencoba membuatnya nyaman berbicara sama gua. Pelan-pelan Teh Lilis mulai ‘biasa’ dan enjoy dalam berbicara. Sesekali dia bercerita juga bertanya. Nah, kedua hal tersebut adalah koentji sebuah pedekate berhasil atau tidak.
Akhirnya Teh Lilis menyudahi obrolan via telepon itu karena jam pulang Ria sudah tiba. Gua longok jam tangan, ‘pukul 09:50 WIB’.
Diakhir obrolan gua sempet ngomong, “Kalo lagi suntuk sms saya aja, Teh. Siapa tau malah tambah suntuk..” seraya tertawa. Teh Lilis juga tertawa lepas saat menutup teleponnya.
***
Gua pulang kerumah waktu banci pun belum dandan. Pikiran gua dipenuhi strategi-strategi menelanjangi Teh Lilis.
Dan sepertinya, Teh Lilis ini memang minta ditelanjangi. Dia sms gua gak lama setelah gua sampai rumah.
“Tumben Mas jam segini udah pulang? Gak jalan-jalan dulu sama pacarnya? Lagi marahan ya.. Hehehe”
Gua sempat kaget mendapati sms Teh Lilis, karena pas gua liat sebelum masuk rumah, Teh Lilis lagi momong Ria di dekat Mas Muji. Mas Muji sendiri sedang melayani pembeli yang gak banyak-banyak amat dan gak sedikit juga.
“Hehe, bisa aja Teteh. Lagi nonton tv apa masih di depan Teh? Tadi saya lihat kan Teteh di depan.”
“Iya, lagi nonton tv. Udah ga di depan, banyak pembeli. Lagi sekalian nidurin Ria.”
“Nidurin Ria? Mau juga dong Teh, ditidurin. Ahahaha. Becanda, Teh. Loh, banyak pembeli kok gak bantuin Mas Muji?”
“Hmm. Untung cuma becanda. Bantuin kok, tapi sambil nonton tv. Heee.”
“Owgitu..”
Biajingan, gua keabisan ide sampe cuma begitu doang bales smsnya. ‘Owgitu..’ Sms macam apa itu? Macem lagi wasapan atau bbman aja. Padahal di sms tersedia 140 karakter. Eh, bener apa ngga ya? Bodo, ah. Haha.
Tapi ditengah keputusasaan balesan sms gua, Teh Lilis memainkan perannya.
“Besok nganter lagi Mas?”
“Nganter, bareng aja Teh.”
“Gak ah. Ngerepotin.”
“Yah, Teh. Timbang gitu aja ngerepotin.”
“Heeeehe. Boleh deh kalo gak ngerepotin.”
“Eh, sebenernya emang ngerepotin sih Teh. Kecuali kalo abis nganter trus Teteh nungguin Ria-nya diluar sama saya, baru gak ngerepotin.”
“Hmm. Keluar kemana Mas?”
“Gak usah jauh-jauh Teh. Biar jam setengah sepuluh udah sampe sekolahan lagi. Kemana aja, yang penting bisa ngobrol-ngobrol.”
“Gak ah. Takut ada yang liat Mas.”
“Ya kalo gitu, kita pergi ketempat yang gak ada orang liat. Hehe.”
“Mas bisa aja. Udahan dulu ya, Mas. Jangan sms lagi.”
Huhu. Yes!
07:00 WIB
Besoknya, seperti yang sudah dismskan semalem, gua nganter Ria dan Teh Lilis dengan bergaya seolah-olah gak janjian.
Teh Lilis sempat bertanya, “Keponakannya mana Mas?” waktu perjalanan ke sekolah. Tapi gak gua jawab, karena pun dia nanya dengan raut wajah menggoda. Jiguri.
Setelah sampai sekolahan, Teh Lilis mengantar Ria ke kelas. Gua kemudian meneleponnya, memberitau kalo gua nunggu diseberang jalan utama sekolahan. Teh Lilis hanya membalas dengan suara, “Hmm.. He’em.. Iya. Iya. He’em..”
07:30 WIB
Tak sampai 20 menit, Teh Lilis sudah masuk ke dalam mobil yang gua parkir di minimarket. Gua sedang berada di dalam membeli ‘perlengkapan perang’.
Mobil sengaja menyala dan gak gua kunci, Teh Lilis menjalankan semua perintah gua. Nice.
“Kemana Mas?” Tanya Teh Lilis waktu gua baru masuk mobil.
“Kemana ya?” Kata gua sambil memandanginya dari atas sampai bawah, tanpa ada gangguan sedikitpun. Muka Teh Lilis seketika memerah. Kemudian memalingkan pandangannya.
Teh Lilis hanya memakai celana piama. Celana tidur dipadu dengan daster sedengkul dan jaket. Badannya yang bahenol terlihat dari balik pakaian yang berbahan lemas itu. Meski jaket blazernya coba menutupi.
Gua mulai nakal dengan menyentuh bagian rusuknya. Teh Lilis reflek bergoyang. Sekali, dua kali, sampai akhirnya Teh Lilis menghadap gua, lalu meraup wajah gua. Seperti sedang menampar, tapi tanpa tenaga.
“Bajingan, berani nyentuh gua nih ibu-ibu..” Batin gua. Gua pun langsung memanfaatkan dengan memegang tangannya. Teh Lilis membeku. Gua berdebar tak karuan.
“Yang penting, cabut dulu aja Teh dari sini..” Kata gua kemudian sambil keluar parkiran dan gas pol entah kemana.
Dijalan, gua menimang-nimang tempat tujuan. Teh Lilis gak banyak bicara, cenderung sedikit grogi. Raut wajahnya juga tampak khawatir. Entah khawatir gua apa-apain atau khawatir perbuatan nekatnya ini ketahuan Mas Muji.
07:50 WIB
Di depan gerbang hotel, gua berhenti dan memandang Teh Lilis. Satu, dua, tiga detik, Teh Lilis tak kunjung memandang balik. Gua menggoyangkan jari di lingkaran stir.
Teh Lilis memandang balik. Raut wajahnya bukan sekedar bertanya “Ngapain berhenti didepan hotel?” tapi juga, “..Kalo mau masuk, ya masuk.”
Gua tersenyum lebar. Teh Lilis menghembuskan nafas panjang. Iblis berdendang dijok belakang. Malaikat terbelenggu didalem bagasi.
***
08:00 WIB
“Mas ngapain kita kesini?” Tanya Teh Lilis saat sudah duduk dibibir kasur hotel.
“Ngapain ya Teh enaknya? Hehe. Ngobrol aja Teh..” Jawab gua sambil merebahkan badan dikasur. Teh Lilis membelakangi gua.
“Kan, kalo ngobrol disini gak bakal ada yang liat Teh..”
Teh Lilis sesekali menengok kebelakang, melihat posisi pewe gua. “Sini, Teh, nontonnya sambil rebahan. Kaya waktu saya pertama ngeliat Teteh, kan lagi nonton tv sambil tiduran gini..” Goda gua.
Teh Lilis kembali menengok dan tertawa malu. “Saya duduk, sih waktu itu. Gak tiduran. Dibilangin bapaknya Ria, mau ada yang numpang kamar mandi.”
Didalam kamar, hampir selama setengah jam, hanya gua habiskan dengan ngobrol gak jelas. Sama-sama malu. Sama-sama grogi. Tapi lambat laun, Teh Lilis mulai santai dan berkeliling kamar hotel.
Duduk dimeja rias. Ke kamar mandi. Buka-buka kulkas dan baca majalah. Sesekali mendekat ke arah gua untuk bertanya sesuatu yang ada dikamar hotel. Gua pun justru larut dengan menyia-nyiakan waktu yang ada sambil glesoran dikasur.
Madep kanan, madep kiri, tungkerep, telentang. Glesoran gak karuan.
Sampai akhirnya gua bertanya sesuatu, “Eh, Teh. Kok umurnya bisa beda jauh sih sama Mas Muji?”
Teh Lilis yang sedang duduk didepan meja rias sambil baca majalah kemudian berdiri. Mukanya seketika kesal. “Saya mau balik ke sekolahan, Mas..” Katanya.
Doh, ngambek!
Teh Lilis lalu berjalan menuju pintu, gua langsung beranjak dari kasur dan menahannya.
Kemudian gua minta maaf kalo ada sesuatu yang menyinggung. Teh Lilis tak bergeming. Gua sedikit menarik tangannya. Yang terjadi kemudian sungguh diluar perkiraan.
Gua hanya menarik tangannya pelan untuk mendapat perhatiannya yang sebelumnya enggan memandang gua. Tapi reaksi Teh Lilis seperti baru saja di uppercut Muhammad Ali.
Dia merobohkan badannya yang secara otomatis menimpa badan gua yang lalu terjatuh dikasur.
Sesaat kami saling pandang. Kedua tangan Teh Lilis berada didada gua, sedikit menopang tubuhnya.
Gua lalu melingkarkan tangan gua dibadannya. Teh Lilis tak bereaksi. Masih memandangi gua. Gua salah tingkah. Muka Teh Lilis sedikit berubah menjadi sangat serius. Sesekali dia memejam.
Kemudian gua meraih kedua tangannya. Badan Teh Lilis sepenuhnya menindih badan gua. Payudaranya yang montok mendarat tepat didada gua. Muka Teh Lilis makin berubah saat gua menggoyangkan badannya. Bibirnya bergerak-gerak seperti ingin melumat atau berkata sesuatu.
Gua melepaskan jaket blazzernya. Ariel sudah tegangan tinggi. Kaki Teh Lilis lurus diatas gua.
Gua lalu meremas bokongnya agar kakinya terbuka. Dan, yap, Teh Lilis mengangkang diatas gua dengan wajah horny.
Ariel yang sudah tegangan tinggi terasa bersentuh dengan bagian vagina Teh Lilis. Gua menggoyangkan pinggul naik-turun sambil meremas bokongnya. Sebentar saja, Teh Lilis sudah mengikuti irama goyangan.
“Sssstttt..” Desisnya sambil memejamkan mata. Giginya seperti sedang menggigit sesuatu. Gua makin kencang meremas bokongnya.
Tiap gua remas dan bergoyang, Teh Lilis berdesis sambil mengatur nafas. “Sssssttt..”
Tangan gua masuk ke dalam celana piamanya. Mudah saja buat gua karena hanya berbahan kolor. Setelah didalam celana, tangan gua gak meremas bokongnya, tapi langsung menyentuh vaginanya dari atas.
Teh Lilis langsung mencengkram wajah dan melumat bibir gua. “Eemmm…” Desah gua.
Sambil berciuman, saling melahap satu sama lain, gua menarik-narik kancut Teh Lilis. Teh Lilis bergeliat sambil menggoyangkan sendiri pinggulnya. “Sssssttt…hhuuu..” Desahnya kali ini.
Gua lalu mulai meremas payudaranya. Teh Lilis memberi ruang dengan sedikit mengangkat tubuhnya yang berada diatas gua. Sebentar saja, gua langsung membuka tali branya dan mengangkat daster serta branya.
Payudara montok Teh Lilis menggantung diatas wajah gua. Dia menahan tubuhnya dengan kedua tangan dikasur. Setelah menikmati aroma tubuhnya, gua mulai mengulum puting payudara Teh Lilis.
Dari payudara yang satu, ke yang lain. Secara adil gua kulum dan remas payudaranya. Teh Lilis menggoyangkan badannya saat gua sedang melahap salah satu payudaranya.
08:40 WIB
Sambil menjilati putingnya, gua kembali meremas bokongnya.
Teh Lilis makin menikmati kebejatannya. Dia membuka celananya pake satu tangan dengan gerakan yang dinamis, tanpa mengganggu gua yang sedang melahap payudaranya. “Ssssttt.. Aahh..” Desahnya.
Gua lalu membalikkan badan. Teh Lilis telentang sambil bergeliat saat gua melepas celana. “Dasternya, buka Teh..” Kata gua saat hendak menjilati vaginanya yang masih tertutup. Teh Lilis membuka dasternya dan tapi kemudian menarik wajah gua dan memberikan ciuman dahsyat. Dia mencium sambil menyedot.
Gua memasukkan tangan ke dalam kancutnya dan menyentuh vaginanya. Teh Lilis makin melumat bibir gua. Lalu gua memaikan jari dimulut vaginanya. Basah!
Vagina Teh Lilis sudah basah saat gua melepaskan kancutnya, dan saat hendak menjilati, lagi-lagi dia menarik kepala gua. Gua pun akhirnya hanya mengocok vaginanya dengan jari sambil menjilati payudaranya. “Aaaahhhh.. Sssttt.. Aaaauuggghh..” Desahnya.
Kemudian gua memasukkan satu lagi jari ke dalam vaginanya. Teh Lilis mengerang sambil mencengkaram leher gua. Gua melepaskan cengkramannya sambil mempercepat gerakan jari mengocok vaginanya.
Untuk mendapatkan hasil maksimal, gua menegakkan dudukan badan. Yang tadinya sedikit membungkuk mengulum payudara, menjadi duduk tegap disamping badan Teh Lilis yang bergeliat keenakan.
Pemandangan dari sini adalah yang terbaik saat sesi porplei, bro.. Haha. You, know lha.
Teh Lilis tak dapat menyembunyikan raut wajah malu bercampur nafsu saat gua sengaja mengocok vagina sambil memperhatikannya. “Enak, Teh..” Kata gua.
Entah pertanyaan bodoh macam apa itu. Sialnya, itu pertanyaan yang sering diajukan lelaki saat sedang memberikan nikmat ke wanita yang sesang dieksekusi.
Teh Lilis menutupi wajahnya dengan bantal saat tak kuasa mendesah. Dia mendesah dibalik bantal. Gua langsung menyingkirkan bantal. Wajah Teh Lilis tampak sudah tak perduli. Dia benar-benar menikmati gerakan jari-jari gua.
“Aaahhh, aaakkhhh, hhhaaaahhh..” Desahnya sambil meremas salah satu payudaranya. Payudara yang lain, gua bantu meremas.
Sesaat gua bertanya-tanya. “Ini orang udah punya anak kok pentilnya masih bagus?” Sambil memilin dan meremas buah dadanya.Pagi-pagi sekali gua sudah berada di area sekolahan tempat Ria sekolah.
Iblis benar-benar sudah menguasai diri gua. Entah dimana keberadaan malaikat.
Rencananya, gua akan mulai mendekatkan diri sama Teh Lilis saat dia menunggu Ria. Dan, melihat umur Teh Lilis yang gak tua-tua amat, dugaan gua dia pasti gak akan ikut nunggu Ria sambil ngerumpi sama ibu-ibu lain yang juga mengantar anaknya.
Tapi dugaan tinggal dugaan. Teh Lilis ikut membaur dengan ibu-ibu. Iblis memberi celah dengan tidak adanya ibu-ibu yang berada di sekitar Teh Lilis yang gua kenal. Jadi, besar kemungkinan juga gak ada yang mengenal gua. Tinggal kemudian gua mencari celah untuk “dilihat” Teh Lilis.
Mulai dari bersiul kearah Teh Lilis, sampai melambai-lambaikan tangan, dia tetap tak sadar keberadaan gua. Tiba-tiba saja ide muncul saat melihat bocah sd keluar dari salah satu kelas (bukan kelasnya Ria), gua langsung mengiming-imingin jajanan dan mengantarnya kembali ke kelas seolah-olah gua adalah sodaranya.
Teh Lilis sedikit kaget melihat keberadaan gua. Gua mengangguk dan tersenyum kearahnya. Setelah si bocah masuk kelas, gua menghampiri Teh Lilis.
“Nganter? Siapa?” Katanya, membuka pembicaraan.
“Oh, iya. Keponakan Teh..”
“Oohh..” Responnya sambil beranjak dari tempat duduk hendak membeli jajanan.
Gua sih yakin kalo dia cuma ngasih peluang ke gua, semacem kode minta ditelanjangin. Atau minimal ini settingan iblis.
“Nungguin sampe pulang, Teh?” Tanya gua. Dia gak gak menjawab, hanya mengangguk. Raut wajahnya tampak risih. Seketika gua bagai tersambar petir. “Anjir, gua cuma kegeeran nih..” Batin gua.
“Teh..” Sapa gua lagi. Pantang menyerah.
“Iya..” Jawabnya, masih dengan raut wajah risih dan cenderung was-was. Gua langsung menyodorkan hp dan minta nomor teleponnya. Dang! Hp gua gak direspon.
Tapi dia malah bilang, “Nomor Mas aja berapa?” sambil mengeluarkan hpnya dan gua pun pamit duluan setelah memberikan nomor hp.
Gua sih ga yakin dia bakal ngontek gua, tapi atas dasar positive thinking untuk kelakuan negative, gua menunggu kontak Teh Lilis. Tak sampai satu jam, ada pesan masuk ke hp gua.
“Ada apa ya, Mas? Maaf, saya risih ngobrol ditempat umum. Takut dikira macem-macem. Lilis.”
Hhhuuaaa.. Teh Lilis. Macam orang dulu aja ngirim Short Messages Service. Hehe
“Hehe, kalo gitu saya Teh yang minta maaf. Ga ada apa-apa Teh, mau kenal aja. Mau ngobrol-ngobrol. Kalo smsan gini masih risih ga, Teh? Hehe”
“Ya kalo sms gini ga risih. Kan gak ada yang liat. Mau kenal? Kan udah kenal. Ngobrol kok sama ibu-ibu sih Mas, sama yang masih gadis aja atuh.”
“Duh, Teh. Kalo sama gadis mah ribet Teh, ambekan. Dikit2 ngambek. Hehe. Teh Lilis tiap hari nungguin Ria?”
“Yah Mas, ibu-ibu juga sering ngambek kok. Namanya juga perempuan. Heee. Iya, tiap hari nungguin. Mas tadi anter anaknya ponakan? Kok baru liat.”
“Hehe, ngga Teh. Sebenernya cuma alesan buat ketemu Teteh aja ”
“Hmm. Mas, tolong jangan nelepon saya yah klo saya lagi dirumah. Takut bapaknya Ria tau nanti malah nyangka macet-macet.”
Pesan terakhir Teh Lilis gak gua bales, tapi gua berinisiatif langsung meneleponnya. Teh Lilis terasa begitu segan dan risih saat menerima telepon gua. Tapi meski begitu, dia juga tak memadamkan percikan untuk digoda. Gua sebagai lelaki normal yang abnormal tentu saja tak melewatkan peluang begitu saja.
Gua mencoba membuatnya nyaman berbicara sama gua. Pelan-pelan Teh Lilis mulai ‘biasa’ dan enjoy dalam berbicara. Sesekali dia bercerita juga bertanya. Nah, kedua hal tersebut adalah koentji sebuah pedekate berhasil atau tidak.
Akhirnya Teh Lilis menyudahi obrolan via telepon itu karena jam pulang Ria sudah tiba. Gua longok jam tangan, ‘pukul 09:50 WIB’.
Diakhir obrolan gua sempet ngomong, “Kalo lagi suntuk sms saya aja, Teh. Siapa tau malah tambah suntuk..” seraya tertawa. Teh Lilis juga tertawa lepas saat menutup teleponnya.
***
Gua pulang kerumah waktu banci pun belum dandan. Pikiran gua dipenuhi strategi-strategi menelanjangi Teh Lilis.
Dan sepertinya, Teh Lilis ini memang minta ditelanjangi. Dia sms gua gak lama setelah gua sampai rumah.
“Tumben Mas jam segini udah pulang? Gak jalan-jalan dulu sama pacarnya? Lagi marahan ya.. Hehehe”
Gua sempat kaget mendapati sms Teh Lilis, karena pas gua liat sebelum masuk rumah, Teh Lilis lagi momong Ria di dekat Mas Muji. Mas Muji sendiri sedang melayani pembeli yang gak banyak-banyak amat dan gak sedikit juga.
“Hehe, bisa aja Teteh. Lagi nonton tv apa masih di depan Teh? Tadi saya lihat kan Teteh di depan.”
“Iya, lagi nonton tv. Udah ga di depan, banyak pembeli. Lagi sekalian nidurin Ria.”
“Nidurin Ria? Mau juga dong Teh, ditidurin. Ahahaha. Becanda, Teh. Loh, banyak pembeli kok gak bantuin Mas Muji?”
“Hmm. Untung cuma becanda. Bantuin kok, tapi sambil nonton tv. Heee.”
“Owgitu..”
Biajingan, gua keabisan ide sampe cuma begitu doang bales smsnya. ‘Owgitu..’ Sms macam apa itu? Macem lagi wasapan atau bbman aja. Padahal di sms tersedia 140 karakter. Eh, bener apa ngga ya? Bodo, ah. Haha.
Tapi ditengah keputusasaan balesan sms gua, Teh Lilis memainkan perannya.
“Besok nganter lagi Mas?”
“Nganter, bareng aja Teh.”
“Gak ah. Ngerepotin.”
“Yah, Teh. Timbang gitu aja ngerepotin.”
“Heeeehe. Boleh deh kalo gak ngerepotin.”
“Eh, sebenernya emang ngerepotin sih Teh. Kecuali kalo abis nganter trus Teteh nungguin Ria-nya diluar sama saya, baru gak ngerepotin.”
“Hmm. Keluar kemana Mas?”
“Gak usah jauh-jauh Teh. Biar jam setengah sepuluh udah sampe sekolahan lagi. Kemana aja, yang penting bisa ngobrol-ngobrol.”
“Gak ah. Takut ada yang liat Mas.”
“Ya kalo gitu, kita pergi ketempat yang gak ada orang liat. Hehe.”
“Mas bisa aja. Udahan dulu ya, Mas. Jangan sms lagi.”
Huhu. Yes!
07:00 WIB
Besoknya, seperti yang sudah dismskan semalem, gua nganter Ria dan Teh Lilis dengan bergaya seolah-olah gak janjian.
Teh Lilis sempat bertanya, “Keponakannya mana Mas?” waktu perjalanan ke sekolah. Tapi gak gua jawab, karena pun dia nanya dengan raut wajah menggoda. Jiguri.
Setelah sampai sekolahan, Teh Lilis mengantar Ria ke kelas. Gua kemudian meneleponnya, memberitau kalo gua nunggu diseberang jalan utama sekolahan. Teh Lilis hanya membalas dengan suara, “Hmm.. He’em.. Iya. Iya. He’em..”
07:30 WIB
Tak sampai 20 menit, Teh Lilis sudah masuk ke dalam mobil yang gua parkir di minimarket. Gua sedang berada di dalam membeli ‘perlengkapan perang’.
Mobil sengaja menyala dan gak gua kunci, Teh Lilis menjalankan semua perintah gua. Nice.
“Kemana Mas?” Tanya Teh Lilis waktu gua baru masuk mobil.
“Kemana ya?” Kata gua sambil memandanginya dari atas sampai bawah, tanpa ada gangguan sedikitpun. Muka Teh Lilis seketika memerah. Kemudian memalingkan pandangannya.
Teh Lilis hanya memakai celana piama. Celana tidur dipadu dengan daster sedengkul dan jaket. Badannya yang bahenol terlihat dari balik pakaian yang berbahan lemas itu. Meski jaket blazernya coba menutupi.
Gua mulai nakal dengan menyentuh bagian rusuknya. Teh Lilis reflek bergoyang. Sekali, dua kali, sampai akhirnya Teh Lilis menghadap gua, lalu meraup wajah gua. Seperti sedang menampar, tapi tanpa tenaga.
“Bajingan, berani nyentuh gua nih ibu-ibu..” Batin gua. Gua pun langsung memanfaatkan dengan memegang tangannya. Teh Lilis membeku. Gua berdebar tak karuan.
“Yang penting, cabut dulu aja Teh dari sini..” Kata gua kemudian sambil keluar parkiran dan gas pol entah kemana.
Dijalan, gua menimang-nimang tempat tujuan. Teh Lilis gak banyak bicara, cenderung sedikit grogi. Raut wajahnya juga tampak khawatir. Entah khawatir gua apa-apain atau khawatir perbuatan nekatnya ini ketahuan Mas Muji.
07:50 WIB
Di depan gerbang hotel, gua berhenti dan memandang Teh Lilis. Satu, dua, tiga detik, Teh Lilis tak kunjung memandang balik. Gua menggoyangkan jari di lingkaran stir.
Teh Lilis memandang balik. Raut wajahnya bukan sekedar bertanya “Ngapain berhenti didepan hotel?” tapi juga, “..Kalo mau masuk, ya masuk.”
Gua tersenyum lebar. Teh Lilis menghembuskan nafas panjang. Iblis berdendang dijok belakang. Malaikat terbelenggu didalem bagasi.
***
08:00 WIB
“Mas ngapain kita kesini?” Tanya Teh Lilis saat sudah duduk dibibir kasur hotel.
“Ngapain ya Teh enaknya? Hehe. Ngobrol aja Teh..” Jawab gua sambil merebahkan badan dikasur. Teh Lilis membelakangi gua.
“Kan, kalo ngobrol disini gak bakal ada yang liat Teh..”
Teh Lilis sesekali menengok kebelakang, melihat posisi pewe gua. “Sini, Teh, nontonnya sambil rebahan. Kaya waktu saya pertama ngeliat Teteh, kan lagi nonton tv sambil tiduran gini..” Goda gua.
Teh Lilis kembali menengok dan tertawa malu. “Saya duduk, sih waktu itu. Gak tiduran. Dibilangin bapaknya Ria, mau ada yang numpang kamar mandi.”
Didalam kamar, hampir selama setengah jam, hanya gua habiskan dengan ngobrol gak jelas. Sama-sama malu. Sama-sama grogi. Tapi lambat laun, Teh Lilis mulai santai dan berkeliling kamar hotel.
Duduk dimeja rias. Ke kamar mandi. Buka-buka kulkas dan baca majalah. Sesekali mendekat ke arah gua untuk bertanya sesuatu yang ada dikamar hotel. Gua pun justru larut dengan menyia-nyiakan waktu yang ada sambil glesoran dikasur.
Madep kanan, madep kiri, tungkerep, telentang. Glesoran gak karuan.
Sampai akhirnya gua bertanya sesuatu, “Eh, Teh. Kok umurnya bisa beda jauh sih sama Mas Muji?”
Teh Lilis yang sedang duduk didepan meja rias sambil baca majalah kemudian berdiri. Mukanya seketika kesal. “Saya mau balik ke sekolahan, Mas..” Katanya.
Doh, ngambek!
Teh Lilis lalu berjalan menuju pintu, gua langsung beranjak dari kasur dan menahannya.
Kemudian gua minta maaf kalo ada sesuatu yang menyinggung. Teh Lilis tak bergeming. Gua sedikit menarik tangannya. Yang terjadi kemudian sungguh diluar perkiraan.
Gua hanya menarik tangannya pelan untuk mendapat perhatiannya yang sebelumnya enggan memandang gua. Tapi reaksi Teh Lilis seperti baru saja di uppercut Muhammad Ali.
Dia merobohkan badannya yang secara otomatis menimpa badan gua yang lalu terjatuh dikasur.
Sesaat kami saling pandang. Kedua tangan Teh Lilis berada didada gua, sedikit menopang tubuhnya.
Gua lalu melingkarkan tangan gua dibadannya. Teh Lilis tak bereaksi. Masih memandangi gua. Gua salah tingkah. Muka Teh Lilis sedikit berubah menjadi sangat serius. Sesekali dia memejam.
Kemudian gua meraih kedua tangannya. Badan Teh Lilis sepenuhnya menindih badan gua. Payudaranya yang montok mendarat tepat didada gua. Muka Teh Lilis makin berubah saat gua menggoyangkan badannya. Bibirnya bergerak-gerak seperti ingin melumat atau berkata sesuatu.
Gua melepaskan jaket blazzernya. Ariel sudah tegangan tinggi. Kaki Teh Lilis lurus diatas gua.
Gua lalu meremas bokongnya agar kakinya terbuka. Dan, yap, Teh Lilis mengangkang diatas gua dengan wajah horny.
Ariel yang sudah tegangan tinggi terasa bersentuh dengan bagian vagina Teh Lilis. Gua menggoyangkan pinggul naik-turun sambil meremas bokongnya. Sebentar saja, Teh Lilis sudah mengikuti irama goyangan.
“Sssstttt..” Desisnya sambil memejamkan mata. Giginya seperti sedang menggigit sesuatu. Gua makin kencang meremas bokongnya.
Tiap gua remas dan bergoyang, Teh Lilis berdesis sambil mengatur nafas. “Sssssttt..”
Tangan gua masuk ke dalam celana piamanya. Mudah saja buat gua karena hanya berbahan kolor. Setelah didalam celana, tangan gua gak meremas bokongnya, tapi langsung menyentuh vaginanya dari atas.
Teh Lilis langsung mencengkram wajah dan melumat bibir gua. “Eemmm…” Desah gua.
Sambil berciuman, saling melahap satu sama lain, gua menarik-narik kancut Teh Lilis. Teh Lilis bergeliat sambil menggoyangkan sendiri pinggulnya. “Sssssttt…hhuuu..” Desahnya kali ini.
Gua lalu mulai meremas payudaranya. Teh Lilis memberi ruang dengan sedikit mengangkat tubuhnya yang berada diatas gua. Sebentar saja, gua langsung membuka tali branya dan mengangkat daster serta branya.
Payudara montok Teh Lilis menggantung diatas wajah gua. Dia menahan tubuhnya dengan kedua tangan dikasur. Setelah menikmati aroma tubuhnya, gua mulai mengulum puting payudara Teh Lilis.
Dari payudara yang satu, ke yang lain. Secara adil gua kulum dan remas payudaranya. Teh Lilis menggoyangkan badannya saat gua sedang melahap salah satu payudaranya.
08:40 WIB
Sambil menjilati putingnya, gua kembali meremas bokongnya.
Teh Lilis makin menikmati kebejatannya. Dia membuka celananya pake satu tangan dengan gerakan yang dinamis, tanpa mengganggu gua yang sedang melahap payudaranya. “Ssssttt.. Aahh..” Desahnya.
Gua lalu membalikkan badan. Teh Lilis telentang sambil bergeliat saat gua melepas celana. “Dasternya, buka Teh..” Kata gua saat hendak menjilati vaginanya yang masih tertutup. Teh Lilis membuka dasternya dan tapi kemudian menarik wajah gua dan memberikan ciuman dahsyat. Dia mencium sambil menyedot.
Gua memasukkan tangan ke dalam kancutnya dan menyentuh vaginanya. Teh Lilis makin melumat bibir gua. Lalu gua memaikan jari dimulut vaginanya. Basah!
Vagina Teh Lilis sudah basah saat gua melepaskan kancutnya, dan saat hendak menjilati, lagi-lagi dia menarik kepala gua. Gua pun akhirnya hanya mengocok vaginanya dengan jari sambil menjilati payudaranya. “Aaaahhhh.. Sssttt.. Aaaauuggghh..” Desahnya.
Kemudian gua memasukkan satu lagi jari ke dalam vaginanya. Teh Lilis mengerang sambil mencengkaram leher gua. Gua melepaskan cengkramannya sambil mempercepat gerakan jari mengocok vaginanya.
Untuk mendapatkan hasil maksimal, gua menegakkan dudukan badan. Yang tadinya sedikit membungkuk mengulum payudara, menjadi duduk tegap disamping badan Teh Lilis yang bergeliat keenakan.
Pemandangan dari sini adalah yang terbaik saat sesi porplei, bro.. Haha. You, know lha.
Teh Lilis tak dapat menyembunyikan raut wajah malu bercampur nafsu saat gua sengaja mengocok vagina sambil memperhatikannya. “Enak, Teh..” Kata gua.
Entah pertanyaan bodoh macam apa itu. Sialnya, itu pertanyaan yang sering diajukan lelaki saat sedang memberikan nikmat ke wanita yang sesang dieksekusi.
Teh Lilis menutupi wajahnya dengan bantal saat tak kuasa mendesah. Dia mendesah dibalik bantal. Gua langsung menyingkirkan bantal. Wajah Teh Lilis tampak sudah tak perduli. Dia benar-benar menikmati gerakan jari-jari gua.
“Aaahhh, aaakkhhh, hhhaaaahhh..” Desahnya sambil meremas salah satu payudaranya. Payudara yang lain, gua bantu meremas.
Sesaat gua bertanya-tanya. “Ini orang udah punya anak kok pentilnya masih bagus?” Sambil memilin dan meremas buah dadanya.
Sesekali gua kembali melumat pentil dan payudaranya. “Aaaakkkhhh…” Desahnya, panjang. Kemudian gua makin cepat mengocok vaginanya. Teh Lilis coba merangkul leher gua, tapi tak bisa karena gua menghindar. Ia lalu mencengkram sprei kasur dengan kedua tangan yang berada diatas kepalanya. Melihat pemandangan seperti itu, gua makin semangat mengocok.
Akhirnya Teh Lilis memuncratkan cairan dari vaginanya. Badannya bergeliat tak karuan. Ia menahan gerakannya sambil mengatur nafas.
09:05 WIB
Teh Lilis terkujur lemas dengan badan sedikit miring. Kedua kakinya menutup vaginanya.
Gua lalu mengeluarkan Ariel dan mendekatkan ke wajahnya. Gua ‘memukul-mukul’ wajah Teh Lilis dengan pentungan hansip itu. Lalu mulai menggerayangi mulutnya. Teh Lilis urung membuka mulut, dia tampak sedang masih mengumpulkan tenaga.
Gua terus berusaha sambil kembali meremas payudaranya. Lalu membuka kakinya yang menutupi vagina. Teh Lilis kembali terlentang dengan posisi sedikit mengangkang. Gua memberikan sentuhan-sentuhan ringan ke sekujur badannya.
Kemudian setelah menjilati payudaranya, gua menciumi bagian pahanya. Posisi gua masih dengan Ariel yang berada di wajah Teh Lilis. Gua lalu merebahkan badan disamping dengan posisi terbalik. 69!
Dengan posisi menyamping, gua mulai melumat vagina Teh Lilis. Dia langsung meremas Ariel. Lalu gua mengangkat badannya menindih badan gua dalam posisi sempurna 69.
Gua menjilati vagina Teh Lilis yang terasa asin. Teh Lilis urung melahap Ariel sampai gua memasukkan satu jari kedalam vaginanya. “Oouugghh..” Desahnya, lalu melahap Ariel.
Ariel terasa hangat dan basah.
Bokong Teh Lilis bergerak-gerak diatas wajah gua. Vaginanya tepat berada dimulut gua. Sementara Ariel keluar masuk mulutnya.
Teh Lilis makin menikmati tugasnya. Sesekali dia menyedot Ariel dalam-dalam, lalu menjilati dan mengulum bola dragonbol. “Ahhh, enak teh..” Kata gua. Kali ini bukan pertanyaan, ini pernyataan.
Teh Lilis tiba-tiba menegakkan badannya.
Sambil mengocok Ariel, dia merangkak naik dan mengurung Ariel kedalam vaginanya. Jleb!
“Aahh, Fak!” Respon gua, tak menyangka dia langsung ke topik utama.
Teh Lilis membelakangi gua dengan kedua tangan memegang sandaran punggung kasur. Ariel terlihat timbul tenggelam dari bokong Teh Lilis yang gua liat dari belakang.
Gua memegang bokong Teh Lilis, membantunya bergerak naik-turun, maju-mundur. “Sssssstttt, mmaaasss… Aaahhhh” Desah desis Teh Lilis yang makin cepat menggenjot.
Lalu gua bangun dari tidur dan memeluk Teh Lilis dari belakang. Sambil meremas payudaranya, gua menciumi punggungnya.
Teh Lilis makin beringas, dia merangkul gua dengan posisi membelakangi. Nikmat sekali. Lalu Teh Lilis meminta berciuman, dengan senang hati gua melayaninya. Kedua tangan Teh Lilis yang setengah merangkul leher gua, membuat ketiaknya tampak menggairahkan. Sesekali gua memberikan kecupan ke ketiaknya.
Meski tidak harum, tapi juga tidak bau. Yang penting, tidak ada bulunya!
09:18 WIB
Badan Teh Lilis yang bahenol tak dapat gua tahan lebih lama berada diatas paha gua.
Gua lalu* memintanya berdiri, dan mengambil posisi doggy tanpa melepas Ariel yang betah didalam vagina Teh Lilis.
Teh Lilis berdiri dengan lututnya, masih dengan posisi membelakangi gua.
Gua sedikit membungkukkan punggungnya, sambil meremas payudara. Teh Lilis bergeliat saat lehernya gua kecup-kecup.
“Keluarin didalem, Teh?” Tanya gua saat bergerak lambat menikmati ciuman.
“Jangan dikeluarin dulu..” Bisiknya, manja.
Gua kemudian menghadapkan wajahnya kearah jam dinding sambil melumat bibirnya.
Dia yang paham maksud gua lalu mendorong bokong gua agar masuk lebih dalam. Gua lalu berakselerasi tingkat tinggi.
“Plak! Plak! Plak!” Suara yang keluar, diikuti desahan Teh Lilis, “Aaakkhhh, aaaaakkhh, Maasss.. Sssttt..”
Tak butuh lama dari serangan terakhir, Ariel memuntahkan ludah naga didalam vagina Teh Lilis.
“Oouugghhh…” Desah gua, panjang.
Teh Lilis langsung membenamkan wajahnya dikasur dengan posisi nungguing. Tampak sperma gua secara perlahan keluar dari dalam vagina Teh Lilis. “Sssstttt.. Hhhaaaahhh..” Desisnya.
Setelah sepertinya sperma sudah banyak yang keluar, Teh Lilis merobohkan badannya, tidur tungkerep.